-Puasa 9 Hari Dzulhijjah
Telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasulullah menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Dzulhijjah adalah salah satu dari bulan haram.
Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda:
قَالَ زِدْنِى. قَالَ «صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ». قَالَ زِدْنِى. قَالَ «صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ». وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلاَثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا
“…Sahabat berkata: “Tambahkanlah Nabi”. Maka Nabi bersabda: “Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan. Puasalah di bulan-bulan mulia dan tinggalkan (diulang tiga kali. Rasulullah menggenggam tangannya lalu melepaskannya)” (HR Ahmad No 20338, Abu Dawud No 2428, Ibnu Majah No 1741, Nasai dalam Sunan al-Kubra No 2743, Thabarani No 18336 dan al Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 3738)
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih Imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Dzulhijjah terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping Rajab, Muharram dan Sya’ban. Dzulhijjah juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping Dzulqa’dah, Muharram, dan Rajab.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab dan Muharram.
Dengan mengecualikan keharaman puasa pada 10 dzulhijjah/Idhul Adzha, dan 11-12-13 dzulhijjah/Ayyamut Tasyriq, berpuasa pada bulan dzulhijjah, lebih-lebih pada Sembilan hari pertama (tanggal satu hingga Sembilan dzulhijjah) hukumnya adalah sunnah muakkad (kesunnahan yang dikukuhkan).
Syekh Nawawi Banten dalam kitab Nihayatuz Zein menyatakan bahwa ragam puasa sunnah (shaumut tathawwu’) itu ada banyak, sedangkan yang disunnahkan secara kuat (yusannu mutaakkidan) itu ada lima belas ragam puasa.
Terkait dengan dzulhijjah beliau menyebut puasa ‘Arafah yang dilaksanakan pada 9 Dzulhijjah. Puasa ini menempati urutan pertama puasa sunnah, karena sebagaimana diketahui, bahwa hari ‘Arafah adalah hari yang paling utama.
Dalam urutan kedelapan, beliau menyebut puasa delapan hari sebelum puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah (shaum al-tsamaniyah ayyam qabla al-tasi’). Dan dalam urutan kesepuluh, beliau menyebut puasa di bulan yang dimuliakan (dzulqa’dah, dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Syekh Zainuddin al-Malibary dalam Fathul Muin, menyebut puasa delapan hari awal di bulan dzulhijjah, dan puasa Arafah denga istilah shaumu tis’i dzilhijjah (puasa pada Sembilan hari pertama di bulan dzulhijjah).
Tentang kesunnahannya juga dinyatakan dalam Hasyiah As-Shawy:
وَنُدِبَ صَوْمُ الثَّمَانِيَةِ الْأَيَّامِ قَبْلَهُ أَيْ عَرَفَةَ وَصَوْمُ عَاشُورَاءَ
وَتَاسُوعَاءُ وَالثَّمَانِيَةِ قَبْلَهُ أَيْ تَاسُوعَاءَ وَبَقِيَّةِ الْمُحَرَّمِ وَصَوْمُ رَجَبَ وَشَعْبَانَ
“Dan disunahkan puasa 8 hari sebelum Arafah, juga 9-10 Muharram dan 8 hari sebelumnya, sisa bulan Muharram, puasa Rajab dan Sya’ban” (Hasyiyah ash-Shawi 3/251)
Tentang kesunnahan dan keutamaan puasa Tarwiyah dan ‘Arafah, berikut ini hadisnya:
صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيَّةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ وَصَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ
“Puasa hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) menghapus dosa setahun dan Puasa ‘Arafah (9 dzulhijjah) menghapus dosa dua tahun” (HR Ibnu Hibban dan Ibnu an-Najjar dari Ibnu Abbas).
Sumber:https://tebuireng.online/
Originally posted on 3 August 2019 @ 12:07