Antara “Billahi Taufiq” dan “Wallahul Muwafiq”, siapakah kreatornya?
Oleh: Ust. Dafid Fuadi – Tim Peneliti Aswaja NU Center PWNU Jatim bidang Pemikiran Islam.
Pada umumnya umat Islam mengakhiri ceramah atau surat-menyurat keagamaan dengan kalimat Billahit taufiq wal-hidayah atau Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq yang diucapkan atau ditulis sebelum salam penutup. Tetapi mereka tidak mengetahui siapa pencipta ke dua kalimat tersebut.
Pencipta kedua kalimat itu adalah K.H. Ahmad Abdul Hamid yang lebih dikenal dengan nama K.H. Achmad Abdul Hamid Kendal, beliau adalah salah satu ulama kharismatik di Jawa Tengah, sebagai pengasuh Ponpes Al-Hidayah Kendal Kota dan Imam Masjid Besar Kendal. Karena peran dan ketokohan beliau, masyarakat Kendal menyebut beliau sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”.
KH. Achmad Abdul Hamid Kendal lahir di Kota Kendal pada tahun 1915. Ayahanda beliau bernama KH. Abdul Hamid.
Beliau dilahirkan pada saat di negeri ini sedang marak berdiri berbagai pergerekan dan organisasi keagamaan, sosial, ekonomi, politik dan lain-lain. Seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan pada tahun 1905 lalu pada tahun 1906 berubah menjadi Sarikat Islam, Muhammadiyah berdiri pada tahun 1912. Pada tahun 1918 lahir Nahdlatul Tujjar sebagai cikal bakal Nahdatul Ulama (NU). Kemudian pada 31 Januari 1926 berdirilah NU, tahun 1928 terjadi Sumpah Pemuda dan lain-lain.
Pada mulanya kalimat Billahit Taufiq wal Hidayah beliau ciptakan sebagai ciri khas warga NU untuk mengakhiri ceramah, pidato dan surat menyurat. Pertama kali beliau mengucapkan kalimat itu di Magelang yang selanjutkan diikuti oleh para Ulama NU dan seluruh warga Nahdliyin. Namun kalimat itu akhirnya ditiru dan digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam dari berbagai organisasi dan pergerakan, sehingga kekhasan untuk warga NU sudah tidak ada lagi. Untuk itu beliau menciptakan kalimat baru Wallahul Muwaffiq ila Aqwamith Thariq yang dirasa cukup sulit ditirukan oleh warga non-NU. Sehingga sejak itu warga Nahdliyin menggunakan kalimat Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq dalam mengakhiri ceramah, pidato dan surat menyurat sebelum salam penutup, meski yang tetap terbiasa menggunakan :”Billahit Taufiq wal Hidayah” juga masih banyak.
Khidmah Kiai Ahmad (demikian panggilannya sehari-hari) di NU dimulai dari tingkat cabang sampai PBNU. Banyak tugas penting di NU yang pernah diembannya seperti Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah (dengan Katib KH Sahal Mahfudz), dan terakhir sebagai Mustasyar PBNU dan MUI Jawa Tengah. Beliau juga tercatat sebagai kontributor dan distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun 1930an. Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa Kiai Ahmad menyimpan dokumen-dokumen jurnalistik NU seperti Buletin LINO (Lailatul Ijtima’ Nadhlatoel Oelama)
Kiai Ahmad cukup produktif menulis dan menerjemahkan kitab-kitab. Salah satu tulisannya yang cukup fenomenal adalah terjemahan al Qanun al Asasi Hadlratusy Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari ke dalam bahasa Indonesia, yang beliau terjemahkan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof. KH Saifudin Zuhri. Penerjemahan tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi belum selesai sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh Kiai Ahmad dinamakan Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama.
KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal 1418 H.
Semoga Allah menerima seluruh amal kebaikannya. Amin.
بالله التوفيق والهداية
Billahit Taufiq Wal Hidayah
والله الموفق إلى أقوم الطريق
Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq