Banyak ditemukan ‘Selamatan’ atau sedekah makanan oleh umat Islam, baik kelahiran, pindah rumah, khitanan dan sebagainya. Sebagian menilai bahwa ‘Selamatan’ seperti itu adalah tradisi non Muslim. Tentu hal ini tidak benar, sebab sedekah makanan termasuk menjalankan ajaran agama yang paling baik:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو – رضى الله عنهما – أَنَّ رَجُلاً سَأَلَ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – أَىُّ الإِسْلاَمِ خَيْرٌ قَالَ « تُطْعِمُ الطَّعَامَ ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ »
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bahwa seseorang bertanya kepada Nabi Saw: Islam apakah yang paling baik? Nabi menjawab: Kamu memberikan makanan dan menyampaikan salam kepada orang yang kamu kenal maupun tidak” (HR al-Bukhari)
Tradisi makan bersama sudah diamalkan oleh umat Islam sejak masa sahabat:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَبَاحٍ قَالَ وَفَدْنَا إِلَى مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِى سُفْيَانَ وَفِينَا أَبُو هُرَيْرَةَ فَكَانَ كُلُّ رَجُلٍ مِنَّا يَصْنَعُ طَعَامًا يَوْمًا لأَصْحَابِهِ فَكَانَتْ نَوْبَتِى فَقُلْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ الْيَوْمُ نَوْبَتِى. فَجَاءُوا إِلَى الْمَنْزِلِ وَلَمْ يُدْرِكْ طَعَامُنَا فَقُلْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ لَوْ حَدَّثْتَنَا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- حَتَّى يُدْرِكَ طَعَامُنَا فَقَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ الْفَتْحِ
“Abdullah bin Rabah berkata: Kami bertamu ke Muawiyah bin Abi Sufyan. Diantara kami ada Abu Hurairah. Masing-masing kami membuat makanan sehari untuk para sahabat. Maka giliran saya, saya berkata: “Wahai Abu Hurairah, hari ini giliran saya”. Mereka datang ke tempat kami namun makanan belum ada. Maka saya berkata: “Wahai Abu Hurairah, sudilah engkau menceritakan kepada kami dari Rasulullah Saw sehingga ada makanan untuk kami.” Kemudian Abu Hurairah berkisah tentang penaklukan kota Makkah” (Riwayat Muslim)
Bahkan dalam madzhab Syafiiyah, mengundang banyak orang ketika mendapatkan kebahagiaan disebut sebagai walimah (resepsi):
وَقَالَ الشَّافِعِيّ وَأَصْحَابه : تَقَع الْوَلِيمَة عَلَى كُلّ دَعْوَة تُتَّخَذ لِسُرُورٍ حَادِث مِنْ نِكَاح أَوْ خِتَان وَغَيْرهمَا ، لَكِنَّ الْأَشْهَر اِسْتِعْمَالهَا عِنْد الْإِطْلَاق فِي النِّكَاح وَتَقَيُّد فِي غَيْره فَيُقَال وَلِيمَة الْخِتَان وَنَحْو ذَلِكَ
“Asy-Syafii dan para muridnya berkata: Walimah dapat terjadi pada setiap undangan karena ada kenikmatan yang baru diperoleh, seperti nikah, khitan dan lainnya. Namun yang masyhur adalah penggunaannya untuk nikah jika dimutlakkan. Di selain nikah ada penjelasnya, seperti walimah khitan dan sebagainya”[1]
[1] al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al Bari 14/456
Originally posted on 16 July 2017 @ 20:36