Rembang, NU Online
Ziarah ke makam auliya, khususnya Wali Songo, sudah menjadi tradisi bagi masyarakat secara umum. Bahkan, mereka sudah menjadikan kegiatan ini sebagai agenda mingguan, bulanan, atau tahunan. Kebiasaan semacam ini oleh sebagian pihak bisa dimanfaatkan hanya sebagai bisnis wisata.
Pandangan ini disampaikan Wakil Rais Aam PBNU KH A Mustofa Bisri dalam pertemuan antara Majma’ Buhuts An-Nahdliyah PWNU Jawa Tengah dan 12 orang yang tergabung dalam Perhimpunan Pemangku Makam Auliya (PPMA) se-Jawa, di kediamannya, kompleks Pondok Pesantren Raudlatul Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Senin (25/11) siang.
Menurut kiai yag akrab disapa Gus Mus ini, kini sering dijumpai imam atau pemimpin perjalanan ziarah di berbagai daerah adalah orang yang sama lantaran menjadi semacam profesi. Pemerintah juga dinilai turut andil dalam pergeseran keberadaan makam menjadi kawasan pariwisata.
Gus Mus mengakui, wisata religi ini berdampak positif bagi ekonomi, khususnya bagi kota tempat disemayamkannya jasad para wali. Hanya saja, para pemangku makam dan pengurus NU harus berperan aktif membimbing dan mengarahkan para peziarah agar tidak terjerumus dalam kemusyrikan dan menghilangkan nilai-nilai ziarah yang semestinya.
Dibutuhkan Buku Panduan
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Jawa Tengah H Abu Hafsin menganjurkan usaha pembuatan buku panduan ziarah kubur. Buku ini dimaksudkan untuk mengantisipasi dan meluruskan kesalahan tata cara berziarah.
“Selain menuntun orang dalam berziarah, buku itu bisa digunakan sebagai bahan pelajaran yang bisa ditanamkan sejak dini dikalangan kader Nahdlatul Ulama,” katanya. Abu Hafsin menilai, buku tersebut juga bisa digunakan dalam kurikulum Lembaga Pendidikan Ma’arif NU.
Menurut pria kelahiran Kuningan, Jawa Barat, ini peminat buku panduan ziarah sangat banyak. Sehingga, para penulis buku tidak perlu khawatir dengan penyebaran panduan tertulis ini. (Ahmad Asmu’i/Mahbib)