Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Puasa dan Pahala Puasa
Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Puasa, terbagi menjadi 2 (dua) macam:
I. Membatalkan pahala puasa, ada 6 (enam):
1. Ghibah, yaitu menyebutkan sesuatu tentang seseorang ketika orang tersebut tidak ada, sekiranya dia mendengar, dia akan merasa tidak suka, walaupun isi pembicaraan itu benar adanya.
2. Namimah, yaitu menyebarkan berita dengan tujuan terjadinya fitnah.
3. Bohong.
4. Melihat sesuatu yang diharamkan, atau melihat sesuatu yang halal namun dengan syahwat.
5. Sumpah palsu.
6. Berkata keji, atau melakukan perbuatan keji.
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَة فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ. رواه البخاري
“Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan keji, maka tidak ada perlunya bagi Allah, orang itu meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR. Bukhari)
II. Membatalkan puasa, baik membatalkan pahalanya maupun puasa itu sendiri (karenanya wajib qadla):
1. Murtad, yakni keluar dari Islam, baik dengan niat dalam hati, perkataan, perbuatan, walaupun perbuatan murtad tersebut sekejap saja.
2. Haid, nifas, atau melahirkan, walaupun sekejap saja di siang hari.
3. Gila, walaupun sebentar saja.
4. Pingsan dan mabuk (jika memakan waktu sepanjang siang). Adapun jika siuman, walaupun sebentar saja, menurut Imam Ramli sah puasanya. Menurut Ibnu Hajar, batal puasanya jika mabuknya disengaja, walaupun cuma sebentar.
5. Berhubungan badan, dengan sengaja, tahu bahwa hukumnya haram, dan tidak dipaksa.
Jika seseorang ‘merusak’ puasanya di bulan Ramadhan, di siang hari, dengan berhubungan badan ‘secara sempurna’ (masuknya kemaluan laki-laki ke kemaluan wanita), dengan melakukan itu dia berdosa karena dia sedang berpuasa (artinya, bukan sedang bepergian jauh dan mubah, dan bukan karena perbuatan zina dalam perjalanan itu), maka wajib atasnya ‘menerima’ 5 (lima) dampak:
1. Dia berdosa
2. Wajib untuk tetap tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa (makan, minum, dan sebagainya)
3. Wajib di-ta’zir, yaitu menerima hukuman dari hakim/pemerintah, jika dia tidak bertaubat.
4. Wajib meng-qadla puasanya.
5. Wajib melakukan kaffarah ‘udzma, yaitu salah satu dari 3 hal (secara berurutan, artinya, tidak boleh pindah ke urutan kedua jika mampu melakukan urutan pertama), yaitu:
a. Membebaskan budak muslim, atau
b. Puasa dua bulan berturut-turut, atau
c. Memberi makanan 60 orang miskin, setiap orang miskin satu mud.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra,
أَنَّ رَجُلاً وَقَعَ عَلَى امْرَأَتِهِ فِي نَهَارِ رَمَضَانَ فاَسْتَفْتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: هَلْ تَجِدُ رقبه؟
قَالَ: لاَ. قَالَ: هَلْ تَسْتَطِيْعُ صِيَامَ شَهْرَيْنِ؟ قَالَ: لاَ. قَالَ: فَأَطْعِمْ سِتِّيْنَ مِسْكِيْناً. رواه البخاري
“Bahwa seorang lelaki berhubungan badan dengan istrinya pada siang bulan Ramadhan, kemudian ia meminta fatwa kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda, ‘Apakah engkau memiliki budak (untuk dimerdekakan)?’ Lelaki itu menjawab, ‘Tidak.’ Nabi bertanya, ‘Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan (berturut-turut)?’ Lelaki itu menjawab, ‘Tidak.’ Nabi lalu bersabda, ‘Berilah makan 60 orang miskin.” (HR. Bukhari)
Catatan:
– Kaffarah ini wajib atas orang laki-laki, tidak atas wanita, karena dengan masuknya kemaluan laki-laki, sang wanita sudah menjadi batal puasanya.
– Kaffarah terulang dengan terulangnya hari. Artinya, jika dia melakukan hubungan badan tersebut, misalnya, selama dua hari, maka dia wajib membayar kaffarah dua kali.
6. Sampainya suatu benda (bukan angin yang tidak berwujud atau aroma rasa) ke tempat makanan dan obat (tenggorokan, lambung, otak, dan sebagainya) melalui lobang terbuka dalam tubuh.
Dengan demikian, tidak mengapa, misalnya, ada benda masuk melalui lobang yang tidak terbuka, seperti minyak yang masuk melalui pori-pori kulit. Menurut Madzhab Syafi’i, semua lobang adalah terbuka, kecuali mata.
Beberapa permasalahan penting dalam hal ini:
1. Hukum suntik boleh jika darurat (sangat dibutuhkan). Namun para ulama berbeda pendapat, apakah dapat membatalkan puasa atau tidak.
– Pendapat pertama mengatakan suntik dapat membatalkan puasa secara mutlak, karena benda yang disuntikkan sampai ke jalur makanan.
– Sedang pendapat kedua mengakatan, suntik tidak membatalkan puasa secara mutlak, karena benda yang disuntikkan sampai ke jalur makanan tidak melalui lobang terbuka dalam tubuh.
– Pendapat ketiga memperinci; jika benda yang disuntikkan merupakan makanan, puasanya batal. Jika bukan merupakan makanan, maka dilihat: jika suntikan di urat, maka membatalkan puasa. Jika tidak, seperti di otot, maka tidak membatalkan puasa.
2. Riak, hukumnya diperinci:
– Jika sampai keluar ‘batas luar’, kemudian ditelan, maka puasanya batal.
– Jika sampai ‘batas dalam’ saja, kemudian ditelan, maka puasanya tidak batal.
Batas luar adalah tempat keluarnya huruf kha’ (خ). Sedang batas dalam adalah tempat keluarnya huruf ha’ (ح).
3. Hukum menelan air ludah, tidak membatalkan puasa, karena sangat sulit dihindari, namun dengan 3 (tiga) syarat:
a. Air ludah tersebut murni, tidak bercampur benda atau materi lain.
b. Air ludah tersebut suci, tidak bercampur benda najis seperti darah.
c. Air ludah tersebut berada di dalam, seperti di mulut atau lidah. Dengan demikian, jika dia menelan air ludah yang sudah berada di bagian bibir yang berwarna merah, maka puasanya batal.
4. Hukum masuknya air dengan tanpa sengaja saat mandi, diperinci:
– jika mandi tersebut disyari’atkan (diperintahkan oleh syariat), seperti mandi wajib/mandi janabah, atau mandi sunnah (seperti mandi sebelum shalat Jum’at), maka puasanya tidak batal, dengan syarat mandinya dengan cara menyiramkan air. Jika dengan cara menyelam di air, maka puasanya batal.
– Jika mandinya tidak disyari’atkan, seperti mandi hanya untuk menyegarkan badan, atau untuk membersihkan badan, maka jika ada air masuk, batal puasanya, meskipun tidak disengaja, baik mandi dengan cara menyiramkan air atau menyelam di air.
5. Hukum jika ada air yang tertelan tanpa disengaja saat berkumur atau memasukkan air ke dalam hidung. Dalam hal ini hukumnya terperinci:
a. Jika berkumur itu disyari’atkan, misalnya dalam wudlu atau mandi besar, maka dilihat dahulu:
– Jika berkumurnya tidak dengan sangat, kemudian ada air yang tertelan, maka puasanya tidak batal.
– Jika berkumur dengan sangat, kemudian ada air yang tertelan, maka puasanya batal. Karena terlalu berlebihan dalam berkumur saat puasa hukumnya makruh.
b. Jika berkumurnya bukan termasuk perkara yang disyari’atkan, seperti berkumur dalam berwudlu atau mandi namun yang ke-empat kalinya (padahal yang disunnahkan hanya tiga kali), atau berkumur untuk menyegarkan mulut, dan sebagainya, kemudian ada air yang tertelan, maka puasanya batal, meskipun berkumurnya tidak dengan sangat.
7. Mengeluarkan mani (sperma), baik dengan tangan, atau tangan istrinya, atau dengan berhayal, atau dengan melihat (jika dengan berhayal dan melihat itu dia tahu kalau akan mengeluarkan sperma), atau dengan tidur berbaring bersama istrinya. Jika sperma keluar dengan salah satu sebab di atas, maka puasanya batal. Allah SWT berfirman dalam hadits qudsi:
يَدَع طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي. متفق عليه
“Ia meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya, karena-Ku.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ringkasan masalah dalam permasalahan ini adalah, bahwa keluarnya air mani terkadang membatalkan dan terkadang tidak membatalkan.
I. Membatalkan puasa, dalam 2 (dua) kondisi:
a. Dengan cara mengeluarkannya dengan sengaja, dengan cara apapun.
b. Jika menyentuh atau berhubungan dengan istrinya secara langsung tanpa penutup/pembatas semacam kain atau yang lain.
II. Tidak membatalkan puasa, dalam 2 (dua) kondisi:
a. Jika air mani keluar tanpa menyentuh atau berhubungan, seperti sebab berhayal atau melihat sesuatu (kecuali jika dengan berhayal dan melihat itu dia tahu kalau akan mengeluarkan sperma, maka puasanya batal).
b. Jika keluar karena menyentuh, namun dengan menggunakan penutup/pembatas.
Catatan:
Hukum mencium saat puasa adalah haram jika sampai membangkitkan syahwat. Jika tidak sampai membangkitkan syahwat maka hukumnya makruh. Mencium tidak membatalkan puasa, kecuali jika sampai mengeluarkan air mani.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ. متفق عليه
“Nabi saw mencium dan menyentuh (istrinya) sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Dan beliau adalah orang yang paling bisa mengendalikan syahwatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
8. Muntah dengan sengaja.
Muntah dapat membatalkan puasa, walau hanya sedikit. Yang dimaksud dengan muntahan adalah makanan yang keluar lagi, setelah sampai di tenggorokan, walaupun berupa air, atau makanan, walaupun belum berubah rasa dan warnanya. Jika muntah dengan tidak disengaja, puasanya tidak batal.
مَنْ ذَرَعَهُ القَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاء وَمَنِ اسْتَقَاءَ عَمْداً فَلْيَقْضِ. صحيح أبي داود
“Barangsiapa yang tidak sengaja muntah, maka ia tidak diwajibkan mengqadha. Dan barangsiapa yang sengaja muntah, maka ia harus mengqadha.” (Shahih Abu Dawud)
Jika seseorang muntah maka mulutnya menjadi najis, dengan demikian dia wajib:
– membersihkan mulutnya dengan air, dan
– menyangatkan dalam berkumur sampai air kumuran dapat membersihkan seluruh bagian mulutnya dalam batas luar (tempat keluarnya huruf kha’). Dalam kasus ini, jika ada air yang tertelan dengan tanpa sengaja, puasanya tidak batal, karena menghilangkan najis termasuk perkara yang disyari’atkan (diperintah oleh syari’at).
Faris Khoirul Anam
http://fariskhoirulanam.com/fikih/hal-hal-yang-dapat-membatalkan-puasa-dan-pahala-puasa-hukum-suntik-menelan-ludah-dan-riak-hukum-berkumur-saat-puasa.html
Hal-Hal yang Dapat Membatalkan Puasa dan Pahala Puasa
Originally posted on 5 June 2016 @ 22:49