Istilah Ahlussunnah wal jamaah akhir-akhir ini ramai menjadi rebutan semua kalangan islam, sebab\ ada jaminan dari Rasulullah saw bahwa golongan ahlussunnah wal jamaah adalah golongan yang selamat di akhirat kelak. Sehingga semua kelompok mengklaim paling sesuai dengan ajaran Rasulullah saw. dan kelompok lain adalah ahli bid’ah dan sesat.
Fenomena perebutan istilah di atas tidak jarang menyebabkan umat Islam khususnya kalangan awam menjadi bingung untuk menentukan pilihan ajaran yang akan diikuti, sebab dewasa ini banyak bermunculan kelompok-kelompok islam yang mengatasnamakan Islam ala ahlussunnah wal jamaah namun ajaran dan amaliahnya menyimpang dari yang diajarkan Rasulullah saw.
Untuk meluruskan pemahaman tentang istilah ahlussunnah ini, perlu ditelusuri secara ilmiah terkait definisi secara kebahasaan maupun terminologis. Secara kebahasaan, istilah ahlussunnah wal jamaah tersusun dari tiga kata yakni ahl yang berarti golongan, pengikut dan keluarga. Yang kedua adalah kata al-sunnah yang bermakna segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rasulullah baik berupa ucapan, tulisan maupun pengakuan. Al-Sunnah juga bisa diartikan sebagai al-thariqah/jalan/metode.
Sedangkan yang ketiga kata al-jama’ah, diartikan sebagai sejumlah besar orang-orang yang menjalin dan menjaga suatu tujuan yang sama, sebagai kebalikan dari kata al-firaq atau orang-orang yang memisahkan diri dari golongannya. Secara terminologis, dari keterangan beberapa hadis shahih yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ad-Darimi, Al-Hakim, Ad-Dzahabi, Ibnu Hajar, dan dari riwayat lain, istilah al-jamaah bisa diartikan sebagai golongan yang selamat, al-sawadu al-a’dzam (kelompok mayoritas muslimin), atau dimaknai sebagai kelompok yang mengikuti ajaran Rasulullah saw dan para sahabatnya.
Sehingga jika dirangkai, kata ahl, al-sunnah dan al-jamaah dapat diartikan sebagai golongan yang mengikuti ajaran atau metode yang digariskan oleh Rasulullah saw, para sahabat dan mayoritas umat islam dalam memahami teks-teks keagamaan dan mengamalkan ajarannya.
Ahlussunnah wal jamaah versi ulama salaf
Untuk mengidentifikasi kelompok yang paling sah dikategorikan sebagai ahlussunnah waljamaah, akan lebih tepat jika mengacu kepada pendapat para ulama yang diakui kapabilitas maupun kredibilitasnya. Dalam kitab Ithaf al-sadat al-muttaqin, Imam Al-Hafidz Al-Zabidi mengatakan bahwa jika disebutkan istilah ahlussunnah waljamaah, maka yang dimaksud adalah pengikut Madzhab al-Asy’ari dan Al-Maturidi. Pengertian senada juga disebutkan oleh Imam Ahmad bin Hajar Al-Haitami dalam kitab Tathhir al-Janan wa al-Lisan.
Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, dalam kitab Ziyadat Ta’liqat menyebutkan bahwa ahlussunnah wal jamaah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadis, dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengn sunah Nabi saw dan sunah khulafaur rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (firqah an-najiyah). Dan mereka sekarang ini tehimpun dalam madzhab empat yakni Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.
Identifikasi para ulama tersebut tidak berlebihan sebab fakta sejarah membuktikan bahwa ajaran yang dirumuskan oleh Abu Hasan Al-Asy’ari (873-947 M) dan Abu Manshur Al-Maturidi (944 M) adalah ajaran yang sesuai dan konsisten dengan petunjuk Rasulullah saw. Di antara bukti tersebut adalah bahwa mayoritas para ulama besar baik ahli tafsir, hadis, ushul fiqh, kalam, fiqh dan tassawuf, yang semua kitabnya menjadi rujukan pokok hingga saat ini adalah pengikut Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi.
Di antaranya adalah Qadhi Abu Bakar Al-Baqillani, Imam al-Juwaini atau biasa disebut dengan Imam Al-Haramain, Imam Al-Ghazali, imam al-Qusyairi, Fahruddin ar-Razi, Izzuddin bin Abdissalam, Imam Nawawi pengarang Riyadhus Shalihin, Imam ibnu Hajar al-Asqalani penulis kitab Fathul Barri sarah Sahih Bukhari, Imam Al-Qurtubi pengarang kitab Tafsir al-Qurtubi, Imam Zakariya al-Anshari pengarang kitab Fathul Wahab, Imam Ibnu Katsir pengarang kitab Tafsir Ibnu Katsir, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Nawawi Al-Bantani, hingga Syeikh Hasyim Asy’ari pendiri Nahdlatul Ulama. Bahkan panglima Perang Salib yang paling fenomenal dalam sejarah, yakni Shalahuddin Al-Ayyubi ikut mengembangkan ajaran Al-Asy’ari.
Bisa ditarik kesimpulan bahwa ahlussunnah wal jamaah adalah golongan yang dalam akidah mengikuti ajaran Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi, dalam bidang fikih mengikuti Madzahibul Arba’ah, dan bidang tasawuf mengikuti Imam Junaid Al-Baghdadi dan Imam al-Ghazali.
Sebagaimana pendapat mayoritas ulama sejak generasi salafus shalih, ahlussunnah wal jamaah adalah kelompok yang mengikuti ajaran Islam murni seperti yang diajarkan Rasulullah saw. Dalam perjalanan sejarah, hanya dua aliran yang mengklaim sebagai pengikut ahlussunnah waljamaah, yakni aliran yang mengikuti Madzhab al-Asy’ari dan Al-Maturidi, dan aliran yang mengikuti paradigma Ibn Taimiyah al-Harani yang banyak diikuti oleh kelompok Salafi Wahabi.
Ciri ajaran ahlussunnah wal jamaah
Jika ditanyakan ciri khusus yang membedakan akidah ahlussunnah wal jamaah dengan aliran lainnya adalah bahwa kaum ahlussunnah wal jamaah meyakini jika Allah ada (wujud) tanpa arah dan tanpa tempat. Pendapat ini didasarkan pada nash Al-Qur’an surat Al-Syura, 11. Hal ini diperkuat oleh statemen Sayidina Ali bin Abi Thalib yang dinuqil dalam kitab Al-Farqu Baina Al-Firaq karya Abdul Qahir Al-Baghdadi, bahwa Allah swt. itu ada sebelum adanya tempat, dan keberadaan Allah swt. sekarang seperti keberadaan-Nya sebelum adanya tempat.
Selain itu, ciri khas golongan ahlussunnah wal jamaah adalah berusaha memelihara kebersamaan, kerukunan dan kolektifitas. Meskipun terjadi perbedaan pendapat baik internal golongan maupun dengan fihak di luar ahlussunnah waljamaah, golongan ini selalu berusaha menghindari perpecahan dengan meninggalkan sikap saling mengkafirkan, membid’ahkan dan memusyrikkan. Selalu mengedepankan sikap tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan adil.
Walhasil, jika ada kelompok, aliran atau faham yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut di atas, maka tidak layak mengklaim dirinya sebagai golongan ahlussunnah wal jamaah, lebih-lebih golongan yang gemar memvonis kafir, sesat, musyrik dan ahli bid’ah kepada kelompok yang berbeda dengan ajaran kelompok mereka, sebagaimana kelompok Salafi Wahabi dan kelompok puritan lain yang meyakini Allah bertempat dan memiliki arah. Aliran yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab An-Najdi (1701 – 1793 M) dan mengikuti ideologi Ibnu Taimiyah (1263–1328 M) ini selalu berusaha membajak istilah ahlussunnah wal jamaah untuk dinisbatkan pada diri mereka. Waspadalah….
Wallahu a’lam
Oleh : Fatkul Chodir, S.HI (Aswaja NU Center PWNU Jatim)