Warta mengenai munculnya Negara Islam Irak dan Suriah atau Islamic State of Iraq and Sham (ISIS) cepat sekali tersebar. Berbagai media massa secara “terencana, sistematis, dan massif” sejak pertengahan Ramadhan 1435 H lalu memunculkan ISIS sebagai sebuah isu penting negeri ini, bahkan nyaris menggantikan dua isu penting yang paling populer waktu itu, yakni Pilpres 2014 dan Agresi Israel ke Palestina.
Aspek sensasional muncul dalam berbagai pemberitaan mengenai ISIS. Misalnya soal aksi bersenjata kelompok ISIS untuk menguasai beberapa wilayah di Irak dan Suriah. Beberapa media juga secara vulgar mengekspos kebrutalan kelompok ISIS dalam memperlakukan para lawan mereka yang kalah atau tertangkap. Berbagai suplemen berita internasional itu ditambah liputan nasional mengenai adanya deklarasi dan pernyataan dukungan terbuka, atau pernyataan mengenai adanya aktivitas terkait ISIS yang dilakukan di satu kampus Islam, praktis menyebabkan isu mengenai ISIS muncul sebagai headline sejumlah media massa.
Penjelasan mengenai siapa sebenarnya kelompok ISIS itu juga cukup banyak beredar. ISIS yang dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi adalah bagian atau kelanjutan dari kelompok garis keras Al-Qaeda. Ideologi ISIS mirip dengan kelompok yang dalam sejarah Islam dikategorikan sebagai kelompok Khowarij, yang sangat radikal, memusuhi bahkan mengkafirkan semua orang yang secara politik berseberangan dengan mereka. Kelompok ISIS menyebarkan romantisme mengenai khilafah islamiyah namun membatasi wilayah mereka pada negara Irak dan Suriah. Lalu di Suriah, ISIS mendapat dukungan dana pihak-pihak yang mendukung perlawanan terhadap Presiden Bashar al-Assad. Kelompok ISIS ini dikatakan tidak akan sejalur dengan Syiah dan negara pusatnya Iran.
Beberapa kelompok Islam di Indonesia memberikan penjelasan mengenai ISIS berdasarkan teori konspiratif, antara lain, ISIS bermaksud memecah-belah umat Islam, terutama yang sedang berhadapan dengan pemerintah. Teori konspirasi yang lain menyebut bahwa ISIS sengaja diciptakan untuk mengalihkan perhatian dunia terhadap agresi Israel terhadap Palestina yang sedang dan masih terus digencarkan. Namun, sejauh ini informasi yang beredar mengenai keberadaan ISIS hampir selalu muncul dari pengamat atau pihak kedua.
Terlepas dari berbagai penjelasan itu, ISIS sudah menjadi berita besar di Indonesia. Pihak-pihak terkait, aparat keamanan dan badan penanggulangan aksi terorisme segera bertindak dan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang praktis menjadi bagian dari berita besar mengenai ISIS itu. Media massa juga menyorot seseorang atau kelompok yang sempat menyatakan diri sebagai pemimpin ISIS untuk wilayah Indonesia. Sayang, “drama” tentang ISIS region Indonesia itu cepat sekali selesai karena segera setelah itu pihak bersangkutan menyatakan bertobat dan mencabut pernyataannya di hadapan polisi, meskipun beritanya sudah beredar dan diputar berulang kali.
Di lingkungan NU, respon terhadap ISIS juga tidak kalah gencar, terutama dari kalangan Barisan Ansor Serba Guna (Banser). Banyak kegiatan Banser di berbagai daerah sengaja mengambil tema mengenai ancaman ISIS. Untuk yang terakhir ini, memang beberapa kegiatan seringkali dirasa memerlukan sebuah tema, dan bunyi tema yang mengandung sebuah ancaman ideologis biasanya cukup menarik minat warga NU dalam melakukan kumpul-kumpul dan konsolidasi. Tidak kalah serius, beberapa lembaga di lingkungan NU juga mengkaji ISIS dalam seminar dan dialog yang melibatkan pakar, tokoh dan pemerintah daerah, serta tidak ketinggalan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Respon negara, ormas Islam, dan masyarakat terhadap ISIS bisa dipahami sebagai langkah antisipatif, membentengi diri terhadap gangguan keamanan yang mungkin ditimbulkan dari kemunculan kelompok ISIS di Indonesia. Namun sejauh ini berita yang muncul secara massif hanyalah deklarasi penolakan terhadap ISIS dari berbagai daerah, bukan berita tentang ISIS itu sendiri. Respon terhadap ISIS ini terasa berlebihan yang justru pada gilirannya menambah ramai pemberitaan dan menempatkannya sebagai sebuah urusan penting negeri ini.
Jika kita mencatat beberapa aktor pelaku aksi terorisme yang sempat dibidik oleh polisi dapat dipastikan bahwa pelakunya adalah itu-itu saja, yang sebenarnya data dan pergerakan mereka sudah berada di tangan aparat keamanan. Di kalangan ormas Islam, terutama NU, bisa dipastikan bahwa ISIS tidak akan sejalur dengan NU yang telah menyatakan bahwa Pancasila dan NKRI sebagai harga mati, dan bahwa menurut NU aksi terorisme atas nama agama tidak bisa dibenarkan. Artinya, tidak mungkin ada warga NU yang akan terlibat aksi terorisme apalagi menjadi anggota ISIS.
Akhirul kalam, kewaspadaan tetap sangat diperlukan. Namun respon kita terhadap berbagai isu internasional tetap harus proporsional, agar energi yang dimiliki dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk urusan lain yang lebih maslahat. (A. Khoirul Anam)
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,3-id,54062-lang,id-c,risalah+redaksi-t,Merespon+ISIS+Secara+Proporsional-.phpx