Nawaitu shauma Ghodin, ‘An ada’i fardli syahri Romadlo……………..NI atau NA?
Sering kali kita mendengar niat puasa itu dilantunkan dalam bentuk pujian sebelum shalat. Namun kita sering dibingungkan sebab beberapa komunitas masyarakat khususnya warga NU membacanya dengan beberapa versi. Ada yang membacanya RomadloNA ada yang membacanya RomadloNI. Lantas manakah yang benar?
Lafad ‘Romadlon’ dalam kajian ilmu nahwu merupakan bentuk kategori isim ghair munsharif karena mempunyai akhiran huruf alif dan nun. Dalam ilmu nahwu, isim ghair munsharif mempunyai pembahasan dan hukum yang berbeda dengan isim-isim yang lain. Selain tidak bisa menerima tanwin, tanda baca untuk isim ini ketika berkedudukan ‘jer/khafadl’ itu dibaca fatihah. Sebagaimana yang diterangkan dalam satu bait alfiyah karangan Ibn Malik:
و جر بالفتحة مالا ينصرف مالم يضف او يك بعد ال ردف
Artinya: setiap isim yang tidak munsharif dijerkan dengan harakat fatihah, selama tidak mudlof (diidlofahkan) atau tidak jatuh sesudah al.
Jika melihat kedudukan lafad ‘Romadlon’ dalam lafad niat di atas, maka ia berkedudukan sebagai mudlof ilahi dari lafad Syahr, tetapi ia juga menjadi mudlof pada lafad Hadzihis Sanati. Secara kaidah nahwu, seharusnya lafad ‘Romadlon’ dibaca menggunakan harakat kasrah (harakat asli jer) menjadi RomadloNI bukan RomadloNA, sehingga untuk kasus ini jernya isim ghair munsharif (lafad Romadlon) yang menggunakan fatihah tidak berlaku lagi, karena lafad Romadlon menjadi mudlof terhadap lafad hadzihis sanati.
Dalam kitab-kitab fiqh juga diterangkan cara membacanya dengan harakat kasrah (RomadloNI, di antaranya dalam kitab I’anatut Tholibin Juz 2 Hal. 253 ketika menerangkan lafad niat puasa Ramadlan sebagai berikut:
…(قوله: بالجر لإضافته لما بعده) أي يقرأ رمضان بالجر بالكسرة، لكونه مضافا إلى ما بعده، وهو اسم الإشارة.
Artinya: … (ucapan penulis: dengan jer, karena idlofahnya lafad Romadlon terhadap lafad setelahnya) maksudnya lafad Romadlon dibaca jer dengan kasrah, karena kedudukannya sebagai mudlof terhadap lafad setelahnya yaitu isim isyarah.
Akan tetapi bisa saja lafad Romadlon dibaca menggunakan fathah dengan memberhentikan kedudukannya sebagai mudlof ilahi dari lafad syahr. Dengan syarat lafad sesudahnya hadzihis sanah dibaca nashob dengan harakat fathah karena berkedudukan menjadi dharaf zaman. Sehingga cara membacanya adalah ‘An ada’i fardli syahri RamadloNA hadzihis SanaTA. Akan tetapi yang demikian ini jarang digunakan oleh kitab-kitab fiqh, sebab mayoritas kitab memudlofkan lafad Romadlon pada lafad hadzihis sanati untuk menunjukkan kekhususannya. Wallahu A’lam…. (AF).