Sekitar 21 hari sejak Pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama Covid-19 pada 2 Maret 2020 lalu, Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) memberikan Hizib Autad ciptaan Syekh Abdul Qadir Jailani untuk menangkal wabah.
Hizib Autad itu Gus Mus sampaikan lewat akun Instagram pribadinya @s.kakung pada 23 Maret 2020 lalu. Ia menulis sambil mendendangkan hizib yang dikenal dapat berfungsi sebagai perisai atau pelindung dari berbagai jenis bencana maupun bahaya itu. Selain dapat melancarkan rezeki, media berzikir, cepat mengabulkan doa, dan membuat hati lebih tenang.
Hizib Autad merupakan salah satu doa yang kerap diamalkan oleh para santri di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang asuhan Gus Mus. Konon Gus Mus mendapatkan ijazah Hizib Autad dari ayahnya, KH Bisri Mustofa sang penganggit Kitab Tafsir Al-Ibriz. Gus Mus memberikan sebuah hizib dan ijazah yang diungkapkannya lewat video berdurasi 4.07 menit.
Hanya untuk saudara-saudaraku yang berminat. Kemarin aku urung mengunggah teks Hizib Bahr-nya Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzili, karena soal teknis. Untuk gantinya, sekarang aku unggah Hizib Autad-nya Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani. Aku tambah ijazah dari Syeikh Jalaluddin As-Suyuthi untuk membentengi diri dari wabah.
Ini: سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ “Salãmun qaulan min Rabbin Rahiim.” Dibaca 280x. Semoga bermanfaat.
Gus Mus mengawali penulisan dan pembacaan Hizib Autad dengan membaca basmalah dan menuliskan langsung di sebuah kertas sambil membacanya.
Berikut Hizib Autad gubahan Syekh Abdul Qadir Jailani yang ditulis Gus Mus:
اَللهُ الْكَافِى رَبُنَا الْكَافِى قَصَدْنَا الْكَافِى وَجَدْنَا الْكَافِى لِكُلِ كَافٍ كَفَانَا الْكَافِى وَنِعْمَ الْكَافِى اَلحَمْدُ لِلهِ حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَصِيْرُ وَكَفَى اللهُ المُؤمِنِيْنَ القِتَالَ آمِيْن آمِيْن آمِيْن آمِيْن آمِيْن يااللّٰه رَبَّ العَالَمِيْنَ
Allahul kaafii, Rabbunal kaafi Qashadnal kaafi Wajadnal kaafi Likullin kaafi, kafaa-nal kaafi wa ni’mal kaafi Alhamdulillah Hasbunallah wa ni’mal wakiil Ni’mal maula wani’man nashiir Wa kafallahul mukminiinal qitaal 2x Aamiin 5x Yaa Robbal ‘Alamiin
Artinya dalam bahasa Indonesia sebagai berikut:
Allah yang mencukupi, Tuhan kita yang mencukupi Tujuan kita Allah yang mencukupi, Yang kita temukan Allah yang mencukupi Terhadap segala sesuatunya Allah yang mencukupi, yang memenuhi kebutuhan kita hanyalah Allah Allah lah sebaik-baik Dzat yang mencukupi, Alhamdulillah segala puji bagi Allah Dan Allah lah yang mencukupi orang-orang Mukmin dalam pertempuran Amin, amin ya Rabbal alamin.
Di kalangan ulama pesantren, terdapat sejumlah hizib sebagai riyadhoh rohani, terutama ketika para kiai dan santri berjuang melawan penjajahan Belanda dan Jepang. KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) menjelaskan, riyadhah rohani selain meningkatkan semangat pembelaan tanah air, juga untuk mengamalkan beberapa wirid. Hizbur Rifa’i, Hizbul-Bahr, Hizbun Nashr, Hizbun Nawawi, Hizbus Saif, Dalailul Khoirot, dan doa lainnya dipompakan dalam riyadhah yang berbentuk latihan rohani itu.
KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren (2013) juga mencatat bahwa kiai-kiai dari Jombang, Gresik, Pasuruan dan dari sekitar Surabaya menyerang musuh sambil meneriakkan doa-doa dalam Hizbul Bahr, Hizbun Nashr, dan Hizbus Saif. Pertama kali dalam sejarah perang di Indonesia melawan penjajah, kalimat takbir; Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, bersahut-sahutan dengan letusan bom dan rentetan suara mitraliur.
Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam Jember, KH Muhyiddin Abdusshomad, mengamalkan doa-doa, hizib dan memakai azimat pada dasarnya tidak lepas dari ikhtiar atau usaha seorang hamba, yang dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah SWT. Jadi sebenarnya, membaca hizib, dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk doa kepada Allah SWT.
Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat dibenarkan. Setidaknya, ada tiga ketentuan yang harus diperhatikan. 1. Harus menggunakan Kalam Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda Rasulullah SAW 2. Menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya. 3. Tertanam keyakinan bahwa ruqyah itu tidak dapat memberi pengaruh apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat terwujud) hanya karena takdir Allah SWT. Sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu sebab saja.” (Al-Ilaj bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83).
Penulis: Fathoni Ahmad Editor: Muchlishon