Apa hukum multilevel Marketing (MLM) ?
Saiful Muid, Tulungagung 085548458XXX
Jawaban:
Mas Saiful Muid yang saya hormati. Multi Level Marketing (MLM) adalah model pemasaran yang menggunakan mata rantai down line, dimana pihak produsen dapat mengurangi biaya marketing sehingga sebagian biaya marketing dipakai untuk bonus bagi orang yang memperoleh jaringan yang besar. Memang banyak alasan orang yang bergabung dalam bisnis MLM ini, di antaranya karena iming-iming bonus tetapi ada juga yang memang karena motivasi ingin memiliki produknya.
Bagaimana menurut hukum Islam tentang bisnis MLM ini?
Multi Level Marketing (MLM) adalah menjual/memasarkan langsung suatu produk baik berupa barang atau jasa kepada konsumen. Sehingga biaya distribusi barang sangat minim atau sampai ketitik nol. MLM juga menghilangkan biaya promosi karena distribusi dan promosi ditangani langsung oleh distributor dengan sistem berjenjang (pelevelan).
Dalam MLM ada unsur jasa, artinya seorang distributor menjualkan barang yang bukan miliknya dan ia mendapatkan upah dari prosentasi harga barang dan jika dapat menjual sesuai target dia mendapat bonus yang ditetapkan perusahaan. MLM banyak sekali macamnya dan setiap perusahaan memiliki spesifikasi tersendiri. Sampai sekarang sudah ada sekitar 200 perusahaan yang mengatasnamakan dirinya menggunakan sistem MLM.
Kami akan memberi jawaban yang bersifat batasan-batasan umum sebagai panduan bagi umat Islam yang akan terlibat dalam bidang MLM. Memang pada dasarnya segala bentuk mu’amalah atau transaksi hukumnya boleh (mubah) sehingga ada argumentasi yang mengharamkannya.
Allah SWT berfirman:
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS Al Baqarah: 275)
Tolong menolonglah atas kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong atas dosa dan permusuhan. (QS Al Maidah: 2)
Rasulullah SAW bersabda:
Perdagangan itu atas dasar sama-sama ridha. (HR al-Baihaqi dan Ibnu Majah)
Umat Islam terikat dengan persyaratan mereka. (HR Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)
Mas Saiful Muid yang budiman. Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan sebagai berikut:
1.Pada dasarnya sistem MLM adalah muamalah atau buyu’ yang prinsip dasarnya boleh (mubah) selagi tidak ada unsur: – Riba’ – Ghoror (penipuan) – Dhoror (merugikan atau mendhalimi fihak lain) – Jahalah (tidak transparan). Dan inilah yang kadang rawan dalam system MLM
2.Ciri khas sistem MLM terdapat pada jaringannya, sehingga perlu diperhatikan segala sesuatu menyangkut jaringan tersebut:
– Transparansi penentuan biaya untuk menjadi anggota dan alokasinya dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan biaya pendaftaran anggota yang tinggi tanpa memperoleh kompensasi yang diperoleh anggota baru sesuai atau yang mendekati biaya tersebut adalah celah dimana perusahaan MLM mengambil sesuatu tanpa hak dam hukumnya haram.
– Transparansi peningkatan anggota pada setiap jenjang (level) dan kesempatan untuk berhasil pada setiap orang. Peningkatan posisi bagi setiap orang dalam profesi memang terdapat disetiap usaha. Sehingga peningkatan level dalam sistem MLM adalah suatu hal yang dibolehkan selagi dilakukan secara transparan, tidak menzhalimi fihak yang ada di bawah, setingkat maupun di atas.
– Hak dan kesempatan yang diperoleh sesuai dengan prestasi kerja anggota. Seorang anggota atau distributor biasanya mendapatkan untung dari penjualan yang dilakukan dirinya dan dilakukan down line-nya. Perolehan untung dari penjualan langsung yang dilakukan dirinya adalah sesuatu yang biasa dalam jual beli, adapun perolehan prosentase keuntungan diperolehnya disebabkan usaha down line-nya adalah sesuatu yang dibolehkan sesuai perjanjian yang disepakati bersama dan tidak terjadi kedholiman.
3. MLM adalah sarana untuk menjual produk (barang atau jasa), bukan sarana untuk mendapatkan uang tanpa ada produk atau produk hanya kamuflase. Sehingga yang terjadi adalah money game atau arisan berantai yang sama dengan judi dan hukumnya haram.
4. Produk yang ditawarkan jelas kehalalannya, karena anggota bukan hanya konsumen barang tersebut tetapi juga memasarkan kepada yang lainnya. Sehingga dia harus tahu status barang tersebut dan bertanggung-jawab kepada konsumen lainnya.
Demikan batasan-batasan ini barangkali dapat bermanfaat, khususnya dan bagi kaum muslimin Indonesia agar dapat menjadi salah satu jalan keluar dari krisis ekonomi.
Wallahua’lam bishshawab.