Oleh: Kiai Ma’ruf Khozin, Ketua Aswaja NU Center PWNU Jatim
Setelah beberapa hari lalu saya tuliskan dalil-dalil yang menjadi ciri khas Masjid NU secara fisik, saya lanjut dengan dalil-dalil ciri khas Masjid NU secara Amaliah. Berikut yang paling banyak ditanyakan dalilnya karena paling dianggap bid’ah;
1. Dzikir Suara Keras Setelah Salat
Riwayat bersumber dari Ibnu Abbas:
اِنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
”Sesungguhnya mengeraskan (bacaan) dzikir setelah para sahabat selesai melakukan salat wajib sudah ada sejak masa Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.” Ibnu Abbas berkata: “Saya mengetahui yang demikian setelah mereka melakukan salat wajib dan saya mendengarnya” (HR Bukhari)
2. Pujian Salawat dan Doa Antara Antara Azan dan Iqamah
Fatwa ulama dari Ulama Al-Azhar, yaitu Syeikh Sulaiman Al-Jamal:
ﻭﺃﻣﺎ ﻗﺒﻞ اﻹﻗﺎﻣﺔ ﻓﻬﻞ ﻳﺴﻦ ﺃﻳﻀﺎ ﺃﻭ ﻻ ﺃﻓﺘﻰ ﺷﻴﺨﻨﺎ اﻟﺸﻮﺑﺮﻱ ﺣﻴﻦ ﺳﺌﻞ ﻋﻤﺎ ﻳﻔﻌﻞ ﻣﻦ اﻟﺼﻼﺓ ﻭاﻟﺴﻼﻡ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺒﻲ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻗﺒﻞ اﻹﻗﺎﻣﺔ ﻫﻞ ﻫﻮ ﺳﻨﺔ ﺃﻭ ﺑﺪﻋﺔ ﺑﺄﻧﻪ ﺳﻨﺔ ﺛﻢ ﺭﺃﻳﺖ ﺫﻟﻚ ﻣﻨﻘﻮﻻ ﻋﻦ ﺟﻤﺎﻋﺎﺕ ﻣﻦ ﻣﺤﻘﻘﻲ اﻟﻌﻠﻤﺎء.
Shalawat sebelum Iqamah apakah dianjurkan atau tidak? Guru kami Syaubari saat ditanya tentang bacaan shalawat dan salam kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam sebelum Iqamah apakah sunah atau bidah? Beliau berfatwa Sunah. Saya lihat hal itu dikutip dari beberapa golongan ulama
(Hasyiatul Jamal 1/310)
Fatwa Syekh Syaubari ini memiliki landasan dalil hadis:
ﺇﺫا ﺳﻤﻌﺘﻢ اﻟﻤﺆﺫﻥ، ﻓﻘﻮﻟﻮا ﻣﺜﻞ ﻣﺎ ﻳﻘﻮﻝ ﺛﻢ ﺻﻠﻮا ﻋﻠﻲ
Jika kalian mendengar orang adzan maka jawablah seperti apa yang dikatakan muadzin, lalu bershalawat kalian kepadaku (HR Muslim)
3. Dzikir Bersama Dengan Dikomando Imam
ﻭﻋﻦ ﻳﻌﻠﻰ ﺑﻦ ﺷﺪاﺩ ﻗﺎﻝ: ﺣﺪﺛﻨﻲ ﺃﺑﻲ ﺷﺪاﺩ – ﻭﻋﺒﺎﺩﺓ ﺑﻦ اﻟﺼﺎﻣﺖ ﺣﺎﺿﺮ ﻳﺼﺪﻗﻪ – ﻗﺎﻝ: «ﻛﻨﺎ ﻋﻨﺪ اﻟﻨﺒﻲ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻓﻘﺎﻝ: ” ﻫﻞ ﻓﻴﻜﻢ ﻏﺮﻳﺐ؟ ” – ﻳﻌﻨﻲ ﺃﻫﻞ اﻟﻜﺘﺎﺏ -. ﻗﻠﻨﺎ: ﻻ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ. ﻓﺄﻣﺮ ﺑﻐﻠﻖ اﻟﺒﺎﺏ ﻭﻗﺎﻝ: ” اﺭﻓﻌﻮا ﺃﻳﺪﻳﻜﻢ ﻭﻗﻮﻟﻮا: ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ اﻟﻠﻪ “، ﻓﺮﻓﻌﻨﺎ ﺃﻳﺪﻳﻨﺎ ﺳﺎﻋﺔ
Dari Ya’la bin Syadad bahwa Ayahnya Syaddad bercerita dan Ubadah bin Shamit hadir membenarkan bahwa: “Kami berada bersama Nabi shalallahu alaihi wasallam, Nabi bertanya: “Apakah di sisi kalian ada orang asing?” -maksudnya adalah ahli kitab- Kami menjawab: “Tidak ada, Wahai Rasulullah”.
Nabi memerintahkan untuk menutup pintu dan bersabda: “Angkatlah tangan kalian dan ucapkan Laa ilaaha illa Allah”, lalu kami mengangkat tangan kami sejenak”
Al-Hafidz Al-Haitsami berkata:
ﺭﻭاﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭاﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻭاﻟﺒﺰاﺭ، ﻭﺭﺟﺎﻟﻪ ﻣﻮﺛﻘﻮﻥ.
HR Ahmad, Thabrani dan Bazzar, para perawinya dinilai terpercaya
4. Mengaminkan Doa
ﺧﺮﺝ ﻋﻠﻴﻨﺎ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺣﺘﻰ ﺟﻠﺲ ﺇﻟﻴﻨﺎ، ﻗﺎﻝ: ﻓﺠﻠﺲ ﻭﺳﻜﺘﻨﺎ، ﻓﻘﺎﻝ: «ﻋﻮﺩﻭا ﻟﻠﺬﻱ ﻛﻨﺘﻢ ﻓﻴﻪ»
Zaid bin Tsabit berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wa salam mendatangi kami hingga duduk bersama kami dan kami diam. Nabi bersabda: “Teruskan apa yang kalian lakukan”
ﻗﺎﻝ ﺯﻳﺪ: ﻓﺪﻋﻮﺕ ﺃﻧﺎ ﻭﺻﺎﺣﺒﻲ ﻗﺒﻞ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ، ﻭﺟﻌﻞ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺆﻣﻦ ﻋﻠﻰ ﺩﻋﺎﺋﻨﺎ
Zaid berkata: “Saya dan sahabat saya berdoa sebelum Abu Hurairah dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam mengamini doa kami”
ﻗﺎﻝ: ﺛﻢ ﺩﻋﺎ ﺃﺑﻮ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻓﻘﺎﻝ: اﻟﻠﻬﻢ ﺇﻧﻲ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﻣﺜﻞ اﻟﺬﻱ ﺳﺄﻟﻚ ﺻﺎﺣﺒﺎﻱ ﻫﺬاﻥ، ﻭﺃﺳﺄﻟﻚ ﻋﻠﻤﺎ ﻻ ﻳﻨﺴﻰ، ﻓﻘﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: «ﺁﻣﻴﻦ»
Kemudian Abu Hurairah berdoa: “Ya Allah aku minta kepada Mu seperti apa yang diminta kedua sahabat saya. Dan aku meminta ilmu yang tidak mudah lupa”. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam membacakan Amin. (HR An-Nasa’i)
5. Tahlilan Dan Yasinan Di Masjid
Berdasarkan Fatwa Syekh Asy-Syaukani:
الْعَادَةُ الْجَارِيَةُ فِي بَعْضِ الْبُلْدَانِ مِنَ اْلاِجْتِمَاعِ فِي الْمَسْجِدِ لِتِلاَوَةِ الْقُرْآنِ عَلَى اْلأَمْوَاتِ وَكَذَلِكَ فِي الْبُيُوْتِ وَسَائِرِ اْلاِجْتِمَاعَاتِ الَّتِي لَمْ تَرِدْ فِي الشَّرِيْعَةِ لاَ شَكَّ إِنْ كَانَتْ خَالِيَةُ عَنْ مَعْصِيَةٍ سَالِمَةً مِنَ الْمُنْكَرَاتِ فَهِيَ جَائِزَةٌ ِلأَنَّ اْلاِجْتِمَاعَ لَيْسَ بِمُحَرَّمٍ بِنَفْسِهِ لاَ سِيَّمَا إِذَا كَانَ لِتَحْصِيْلِ طَاعَةٍ
“Tradisi yang berlaku di sebagian negara dengan berkumpul di masjid untuk membaca al-Quran dan dihadiahkan kepada orang-orang yang telah meninggal, begitu pula perkumpulan di rumah-rumah, maupun perkumpulan lainnya yang tidak ada dalam syariah, tidak diragukan lagi apabila perkumpulan tersebut tidak mengandung maksiat dan kemungkaran, hukumnya adalah boleh. Sebab pada dasarnya perkumpulannya sendiri tidak diharamkan, apalagi dilakukan untuk ibadah seperti membaca al-Quran dan sebagainya.
وَلاَ يُقْدَحُ فِي َذَلِكَ كَوْنُ تِلْكَ التِّلاَوَةِ مَجْعُوْلَةً لِلْمَيِّتِ فَقَدْ وَرَدَ جِنْسُ التِّلاَوَةِ مِنَ الْجَمَاعَةِ الْمُجْتَمِعِيْنَ كَمَا فِي حَدِيْثِ اقْرَأُوْا يس عَلَى مَوْتَاكُمْ وَهُوَ حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ وَلاَ فَرْقَ بَيْنَ تِلاَوَةِ يس مِنَ الْجَمَاعَةِ الْحَاضِرِيْنَ عِنْدَ الْمَيِّتِ أَوْ عَلَى قَبْرِهِ وَبَيْنَ تِلاَوَةِ جَمِيْعِ الْقُرْآنِ أَوْ بَعْضِهِ لِمَيِّتٍ فِي مَسْجِدِهِ أَوْ بَيْتِهِ اهـ
Dan tidaklah dilarang menjadikan bacaan al-Quran itu untuk orang yang meninggal. Sebab membaca al-Quran secara berjamaah ada dasarnya seperti dalam hadis: Bacalah Yasin pada orang-orang yang meninggal. Ini adalah hadis sahih. Dan tidak ada bedanya antara membaca Yasin berjamaah di depan mayit atau di kuburannya, membaca seluruh al-Quran atau sebagiannya, untuk mayit di masjid atau di rumahnya” (Rasail al-Salafiyah, Syaikh Ali bin Muhammad as Syaukani, 46)