Hikmah Kesalahan Nabi Adam Memakan Buah Khuldi
Adam dan Hawa hidup damai di surga. Di dalamnya, mereka dibolehkan menikmati makanan apa saja, kecuali buah Khuldi. Iblis yang sebelumnya diusir dari surga, iri dengan Adam dan menggodanya untuk memakan ‘buah haram’ itu. Usaha Iblis berhasil. Adam dan Hawa pun diusir dari surga.
Begitu selesai menciptakan Nabi Adam as, Allah segera memerintahkan malaikat dan Iblis untuk bersujud kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Namun Iblis terlalu angkuh tidak mau melakukannya, karena merasa dirinya lebih mulia dari Adam. Kesombongan dan pengingkaran itu menyebabkannya menjadi kafir. (As-Syaukani, Fathul Qadîr, [Beirut: Dârul Kutub al-‘Ilmiyyah: 2007], juz I, halaman 57).
“Memang siapa Adam? Sampai-sampai saya harus sujud kepadanya?” pikir Iblis jumawa.
Sikap Iblis ini membuat dirinya terusir dari surga. Tempat mewah yang penuh kenikmatan. Beginilah akibat kesombongan. Nabi saw bersabda:
مَنْ تَوَاضَعَ لِلهِ رَفَعَهُ اللهُ وَمَنْ تَكَبَّرَ وَضَعَهُ اللهُ (رواه أبو نعيم)
Artinya: “Siapa berendah hati karena Allah maka Allah angkat derajatnya; dan siapa yang sombong maka akan Allah hinakan dirinya.” (HR Abu Nu’aim)
Adam dan Hawa Memakan Buah Khuldi
Setelah Iblis diusir dari surga, Nabi Adam as dan istrinya, Sayyidah Hawa, hidup tenteram di surga. Mereka menikmati segala fasilitasnya. Allah bolehkan kepada keduanya untuk makan makanan surga apa saja yang mereka mau, kecuali buah khuldi. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
وَقُلۡنَا يَا آدم ٱسۡكُنۡ أَنتَ وَزَوۡجُكَ ٱلۡجَنَّةَ وَكُلَا مِنۡهَا رَغَدًا حَيۡثُ شِئۡتُمَا وَلَا تَقۡرَبَا هٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
Artinya: “Dan Kami berfirman: ‘Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS Al-Baqarah: 35)
Ayat ini menunjukkan, yang dilarang adalah mendekati pohon Khuldi, bukah memakan buahnya. Padahal jelas, bahwa Adam dan Hawa dihukum karena memakan buah Khuldi, bukan karena mendekati pohonnya. Mengapa demikian?
Syekh Ahmad bin Musthafa al-Maraghi (w. 1952 M) dalam tafsirnya menjelaskan, larangan untuk mendekati sesuatu itu lebih efektif daripada langsung melarang pada sesuatu itu sendiri atau to the point. Larangan demikian akan membuat orang lebih menjauhi potensi-potensi yang membuatnya terjerumus dalam suatu kesalahan. (Al-Maraghi, Tafsîrul Marâghi, [Kairo: Musthafal Babi al-Halabi: 1946], juz VIII, halaman 119).
Dengan redaksi larangan demikian, harapannya lebih memberi pengaruh kepada Adam dan Hawa untuk tidak sekali-kali memakan buah Khuldi. Ini warning bagi keduanya akan menghadapi godaan berat Iblis, meskipun pada akhirnya mereka melanggar larangan Allah tersebut.
Penuh kelicikan Iblis menggoda Adam dan Hawa untuk memakan buah Khuldi. Tujuan Iblis adalah agar kedua aurat vital Adam dan Hawa terbuka. Selama di surga, keduanya belum pernah melihat aurat vital itu satu sama lain. Terbukanya aurat tersebut dianggap sebagai aib yang sangat buruk. Kisah ini juga menunjukkan bahwa membuka aurat merupakan tindakan yang paling buruk dalam Islam.
Trik yang digunakan Iblis untuk menggoda Adam dan Hawa adalah dengan memberi janji palsu. Iblis berjanji, jika memakan buah Khuldi keduanya akan naik jabatan menjadi malaikat, atau menjadi kekal selamanya di surga; tidak akan mati sampai kapan pun. Bualan Iblis berhasil, siapa yang tidak ingin naik jabatan dan keabadian? Adam dan Hawa memakan buah haram yang dilarang Tuhan-nya. (At-Tanthawi, Tafsîrul Washît, juz V, halaman 257).
Menurut Ibnu ‘Abbas, alasan Adam dan Hawa bersedia memakan buah Khuldi adalah karena Iblis berjanji dengan menyebut nama Allah. Mereka meyakini, janji dengan menyebut nama Allah tidak mungkin merupakan kebohongan. Namun dugaannya salah, Iblis terlalu licik. (Al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur’ân, [Beirut; Mu’assasah ar-Risâlah: 2006], juz I, halaman 178).
Setelah Memakan Buah Khuldi
Setelah Adam dan Hawa memakan buah Khuldi, kedua pakaian yang selama ini mereka kenakan terlepas. Ada yang mengatakan, pakaian itu terbuat dari cahaya yang menutup rapat aurat. Ada pula yang mengatakan, pakaian tersebut berupa perhiasan surga. (Abdul Karim Zaidan, al-Mustafâd min Qasâshil Qur’ânî, [Beirut: ar-Risâlah: 1998], juz I, halaman 22).
Allah menegur Adam dan Hawa, “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: ‘Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?’” (QS al-A’raf: 22).
Setelah mendengar teguran Allah itu, keduanya merasa sangat malu dan bersalah. Mereka pun lekas mengakui kesalahan dan bertaubat.
Taubat Adam dan Hawa memang diterima oleh Allah swt. Akan tetapi, keduanya tetap diusir dari surga. Ini merupakan sunnatullâh, konsekuensi logis atas dosa yang telah diperbuat mereka. Hal ini bukan berarti Allah tidak mengampuninya. Allah tetap mengampuni. Di akhirat kelak Adam dan Hawa tidak mendapat balasan atas kesalahan memakan buah Khuldi yang pernah diperbuatnya. (Muhammad al-Harari, Tafsir Hadzâ’ihur Rûh war Raihân, [Beirut: Dâr Thauq an-Najah: 2001], juz IX, halaman 258)
Hikmah
Pertama, berbuat salah adalah tabiat manusia. Terjerumusnya Adam dan Hawa dalam menerjang larangan Allah dengan memakan buah Khuldi adalah bukti bahwa kesalahan sudah menjadi tabiat manusia. Kesalahan itu tidak lepas dari godaan setan sebagaimana Adam dan Hawa dijerumuskan Iblis.
Kedua, sifat manusia menyukai jabatan dan keabadian. Kesalahan yang diberbuat Adam dan Hawa adalah karena godaan Iblis dengan iming-iming jabatan menjadi malaikat dan keabadian di surga. Jangan heran, jika sampai hari ini perebutan kursi jabatan menjadi hal lumrah. Selain itu, manusia juga menyukai keabadian. Buktinya, banyak manusia yang lebih memilih berumur panjang daripada umur pendek.
Ketiga, kesalahan Adam dan Hawa mendorong manusia untuk selalu bertawakal kepada Allah swt. Setelah tahu bahwa manusia tidak bisa lepas dari godaan setan untuk terjerumus dalam lembah maksiat, maka jalan satu-satunya adalah tetap bertawakal kepada Allah swt dan meminta perlindungan-Nya.
Keempat, menyegerakan diri untuk bertaubat. Begitu Adam dan Hawa sadar bahwa dirinya berdosa, segera mereka mengakui kesalahan dan meminta ampunan kepada Allah swt. Ini menjadi pelajaran bahwa ketika seseorang telah melalukan kesalahan, hendaknya ia segera bertaubat, meminta ampunan kepada Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw pernah bersabda, bahwa setiap manusia berpotensi salah, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah mereka yang bertaubat. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhamad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, Alumnus Pesantren KHAS Kempek, dan Mahasantri Mahad Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta
Sumber: NU Online