Oleh Kiai Ma’ruf Khozin
Pada kuliah Subuh online Masjid Manarul Ilmi ITS kemarin kebetulan menjelaskan Sahabat Hassan bin Tsabit yang membaca syair di Masjid Nabi. Sekalian saja saya terangkan tentang syair-syair dalam sastra Arab dan bahkan Nabi juga berkenan untuk membaca syair atau mendengarkan syair.
Giliran sesi tanya jawab ada seorang Dosen bertanya tentang kebiasaan di kampung yang mengadakan puji-pujian kepada Nabi dalam kitab Barzanji, Burdah, Maulid Habsyi dan sebagainya, padahal Nabi melarang memuji-muji Nabi secara berlebihan.
Karena ini ngaji Sahih Bukhari maka saya tampilkan riwayat dalam Sahih Bukhari tentang larangan memuji Nabi Muhammad ﷺ secara berlebihan itu:
ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ، ﺳﻤﻊ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ، ﻳﻘﻮﻝ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﻨﺒﺮ: ﺳﻤﻌﺖ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ: «ﻻ ﺗﻄﺮﻭﻧﻲ، ﻛﻤﺎ ﺃﻃﺮﺕ اﻟﻨﺼﺎﺭﻯ اﺑﻦ ﻣﺮﻳﻢ، ﻓﺈﻧﻤﺎ ﺃﻧﺎ ﻋﺒﺪﻩ، ﻓﻘﻮﻟﻮا ﻋﺒﺪ اﻟﻠﻪ، ﻭﺭﺳﻮﻟﻪ»
Ibnu Abbas mendengar Umar berkhutbah di mimbar bahwa beliau mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian memujiku seperti Nasrani memuji Putra Maryam. Aku hanyalah hamba Allah. Katakan bahwa aku adalah seorang hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR Bukhari)
Maksud larangan memuji berlebihan ini dijelaskan oleh para ulama:
(ﻛﻤﺎ ﺃﻃﺮﺕ اﻟﻨﺼﺎﺭﻯ اﺑﻦ ﻣﺮﻳﻢ) ﺃﻱ ﺑﺪﻋﻮاﻫﻢ ﻓﻴﻪ اﻷﻟﻮﻫﻴﺔ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ
“Pujian Nasrani kepada Putra Maryam dengan menjadikan sifat Tuhan kepadanya dan lainnya” (Hamisy Sahih al-Bukhari)
Sementara pujian kita kepada Nabi Muhammad ﷺ tidak pernah sampai menuhankan Rasulullah. Puji-pujian dalam syair Arab masih sebatas keberadaan Nabi sebagai hamba Allah.
Terkait dalam beberapa Syair Arab yang menyamakan Nabi Muhammad ﷺ dengan rembulan dan keindahan lainnya adalah sebagai majaz, metafora dalam sastra. Bahkan bahasa kiasan ini dijumpai dalam riwayat dari para Sahabat:
1. Barra’ bin Azib
ﻗﺎﻝ: ﺳﺌﻞ اﻟﺒﺮاء ﺃﻛﺎﻥ ﻭﺟﻪ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻣﺜﻞ اﻟﺴﻴﻒ؟ ﻗﺎﻝ: ﻻ ﺑﻞ ﻣﺜﻞ اﻟﻘﻤﺮ “
Barra’ bin Azib ditanya apakah wajah Nabi shalla Allahu alaihi wasallam seperti pedang? Ia menjawab: ” Tidak. Tetapi wajahnya seperti rembulan” (HR Bukhari)
2. Jabir bin Samurah
ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﺳﻤﺮﺓ، ﻗﺎﻝ: «ﺭﺃﻳﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ ﺇﺿﺤﻴﺎﻥ، ﻓﺠﻌﻠﺖ ﺃﻧﻈﺮ ﺇﻟﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺇﻟﻰ اﻟﻘﻤﺮ ﻭﻋﻠﻴﻪ ﺣﻠﺔ ﺣﻤﺮاء، ﻓﺈﺫا ﻫﻮ ﻋﻨﺪﻱ ﺃﺣﺴﻦ ﻣﻦ اﻟﻘﻤﺮ»
Jabir bin Samurah berkata: “Aku melihat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam di malam yang terang. Sesekali kulihat wajah Rasulullah, dan sesekali aku melihat rembulan. Nabi memakai kain merah. Ternyata bagiku, Nabi lebih rupawan dibanding rembulan” (HR Tirmidzi)
3. Amr bin Ash berkata:
ﻭﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﺃﺣﺪ ﺃﺣﺐ ﺇﻟﻲ ﻣﻦ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ، ﻭﻻ ﺃﺟﻞ ﻓﻲ ﻋﻴﻨﻲ ﻣﻨﻪ، ﻭﻣﺎ ﻛﻨﺖ ﺃﻃﻴﻖ ﺃﻥ ﺃﻣﻸ ﻋﻴﻨﻲ ﻣﻨﻪ ﺇﺟﻼﻻ ﻟﻪ، ﻭﻟﻮ ﺳﺌﻠﺖ ﺃﻥ ﺃﺻﻔﻪ ﻣﺎ ﺃﻃﻘﺖ
“Tidak ada seorangpun yang lebih aku cintai dan aku agungkan dibanding Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Aku tidak mampu memenuhi kedua mataku dari Nabi karena keagungan beliau. Andaikan aku ditanya tentang sifat Nabi maka aku tidak akan mampu” (HR Muslim)