Salah satu orang tua bertanya, “Anak saya sering saya ajarkan pelajaran-pelajaran dasar keislaman, seperti rukun iman, rukun Islam, nama-nama malaikat, nama-nama nabi dan rasul, nama-nama kitab Allah dan agama-agama yang ada di dunia, dosa dan pahala dan lain sebagainya. Kemudian seiring berkembangnya waktu, ia mulai bertanya-tanya hal-hal yang bersifat mendasar yang ia alami. Salah satunya, ‘Mah, apakah aku berdosa jika bermain bersama temanku yang non-Muslim?’. Saya meminta kesempatan kepada anak saya untuk diberi waktu agar bisa menjawabnya. Kira-kira bagaimana jawaban sederhana yang bisa saya beri kepada anak saya?”
Perkembangan anak dari tahun ke tahunnya memiliki peningkatan yang berbeda, baik dari aspek fisik, kognitif, bahasa, dan sosial emosional. Prinsip perkembangan satu anak dengan yang lainnya pada dasarnya berbeda-beda, dipengaruhi oleh faktor bawaan seperti temperamen ataupun lingkungan. Sebagaimana kata Najeela Shihab dalam Keluarga Kita: Mencintai dengan Lebih Baik (2017: 52), memahami perkembangan anak berarti sensitif terhadap kebutuhan anak, menerima hal-hal yang menjadi keunikan anak, dan bersikap positif dalam meresponsnya.
Aspek kognitif merupakan perkembangan bentuk berpikir sejak lahir sampai dewasa yang meliputi kemampuan mengingat dan belajar, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Anak sudah mulai mengomentari ragam budaya dan pandangan biasanya kala ia sudah berusia 8 tahun. Di umur ini mereka sudah mulai memecahkan masalah yang sederhana, seperti mencari jaket yang lupa mereka letakkan di mana, tertarik kepada karya orang lain dan ingin menirunya, dapat membedakan benar dan salah pada beberapa situasi dan lain sebagainya.
Barangkali ketika anak sudah mengenal istilah dosa itu apa, kemudian ragam agama apa saja di dunia ini, wajar-wajar saja bila mereka bertanya apakah dosa berteman, bergaul, dan bermain bersama teman-teman mereka yang non-Muslim. Dalam hal ini orang tua tentu harus menjawabnya dengan bijak.
“Nak, kita semua sama-sama manusia. Kita sama-sama merasa terganggu bila dihina atau disakiti, merasa senang dan gembira bila dibantu dan dipuji. Kita sama-sama kenyang bila makan dan minum. Memang, ada perbedaan di setiap manusia, namun perbedaan itu tidak boleh menghalangi kita dari bergaul bersama mereka, saling bantu membantu dengan mereka, apalagi sampai bermusuhan.”
“Bermain bersama teman-teman kamu yang beda agama itu nggak apa-apa, kamu nggak akan dapat dosa. Justru kalian bisa saling bantu-membantu dan bermain. Yang merupakan perbuatan dosa itu, adalah ketika kamu menyakiti dan memusuhi dia, atau bahkan menghina dan mengolok-olok agama mereka. Nah, itu yang nggak boleh.”
Dengan percakapan sederhana yang menjelaskan bahwa berteman dan bergaul dengan non-Muslim itu tidak berdosa, berbuat baik kepada mereka tidak dilarang, maka hubungan si anak dengan temannya akan baik-baik saja. Anak diajarkan berbuat adil kepada siapa pun, baik muslim maupun selain muslim. Dengan demikian, anak akan tumbuh sebagai orang yang tidak selektif dalam berteman selama itu baik, juga tidak memandang siapa pun dalam berbuat kebaikan.
Hal ini selaras dengan firman Allah subhânahu wa ta’âla dalam surah al-Mumtahanah ayat 8-9:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
Ayat di atas menegaskan kepada kita bahwa tidak apa-apa bergaul dengan non-Muslim dan berbuat baik kepada mereka, itu tidak dosa dan tidak dilarang, selama orang-orang non-Muslim tidak memusuhi dan memerangi kita. Yang dilarang adalah sebaliknya, yaitu berkawan dengan orang-orang non-Muslim yang memusuhi dan memerangi kita, sebagaimana firman Allah di ayat selanjutnya:
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan siapa pun yang menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Terkait dengan berbuat baik, saling tolong-menolong, kasih-mengasihi, dan bergotong royong, KH Quraish Shihab pernah ditanya oleh seorang anak SD kelas III, “Pak, aku punya saudara orang Kristen, misalnya aku dikasih hadiah Natal, aku boleh nggak menerimanya?”
Jawab beliau, “Saling hadiah-menghadiahi adalah sesuatu yang baik dan dianjurkan agama. Karena itu, kamu boleh menghadiahi teman atau saudaramu yang berbeda agama, sebagaimana boleh juga kamu menerima hadiah dari temanmu yang berbeda agama. Hadiah Natal pun boleh diterima, asal kamu tetap percaya bahwa Isa adalah Nabi yang diutus Allah, bukan Tuhan, bukan juga anak Tuhan.” (M. Quraish Shihab, Menjawab Pertanyaan Anak Tentang Islam, 2011: 168).
Amien Nurhakim, Alumnus UIN Jakarta dan Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah, Ciputat.
Sumber: NU ONLINE