Jombang — Mengapa sangat jarang ditemukan jejak dan kiprah para pendahulu? Sebab utama adalah tidak banyak yang menulis rekam jejak mereka. Karenanya, sudah saatnya untuk didorong agar generasi muda bisa menceritakan sumbangsih para tokoh masa lalu dalam bentuk tulisan.
“Saya pernah bertemu dengan salah seorang sejarawan kenamaan dan mengatakan bahwa berdasarkan fakta sejarah, hanya ada 12 kiai dan santri yang terlibat dalam pertempuran 10 Nopember 1945,” kata Hj Khofifah Indarparawansa, Ahad (23/8/2015).
Bagi Ketua PP Muslimat NU ini, kesimpulan yang disampaikan sejarawan ini sangat mengejutkan. “Namun saya diingatkan bahwa itulah fakta sejarah,” tandas Menteri Sosial RI ini. Karenanya, sejarawan ini kemudian mengingatkan agar sejarah terkait peristiwa besar umat Islam hasil digali dengan serius.
Keterangan ini disampaikan Khofifah Indarpawansa saat memberikan arahan kepada pengurus PC Muslimat NU Jombang periode 2015 – 2020.
Baginya, saat ini umat Islam termasuk di dalamnya NU telah masuk pada era masyarakat sekolah atau schooling society. “Karenanya tidak sulit kita menemukan para sarjana, master, doktor hingga guru besar dari kalangan NU,” terangnya. Mestinya, era tersebut juga diimbangi dengan kemunculan masyarakat yang gemar membaca atau reading society, lanjutnya.
“Namun sangat disayangkan, besarnya warga NU yang katanya hingga angka 60 juta ternyata tidak diimbangi dengan generasi yang gemar membaca,” keluh Khofifah. Hal ini antara lain dapat dilihat dari tidak berbanding lurusnya kegemaran warga NU dalam membaca media yang dimiliki. “Minat membaca saja rendah, apalagi membeli media sendiri,” sindirnya.
Yang juga sangat penting di era schooling society adalah kemunculan masyarakat yang gemar menulis atau writing society. “Kalau tidak ada yang menuliskan sejarah para kiai, ulama dan generasi NU saat ini, maka seluruh kiprah tersebut hanya akan selesai di tingkat cerita,” ungkapnya.
Di hadapan bupati, Ketua PCNU Jombang, tokoh masyarakat, utusan PAC Muslimat NU se Jombang serta undangan, Khofifah Indarparawansa sangat berharap agar para pengurus Muslimat NU tidak ketinggalan jaman. “Sejarah kita harus kita tulis sendiri karena kitalah yang mengetahui dan mengalami peristiwa dan kiprah para pendahulu tersebut,” katanya. Karena kalau orang lain yang menulis, bukan tidak mungkin akan banyak distorsi karena mereka memang tidak mengetahui dan mengalami kejadian tersebut, lanjutnya.
“Pada kesempatan ini saya mendorong para aktifis Mulimat dan NU secara umum, ayo membaca dan ayo menulis,” katanya. Menurutnya, kalau memang benar bahwa warga NU adalah 60 juta, bisa jadi anggota Muslimat NU adalah sekitar 30 juta. “Kita adalah warga terbesar di NU,” terangnya.
Saat acara juga diberikan penghargaan oleh Palang Merah Indonesia kepada PAC Muslimat NU Megaluh yang 3 bulan sekali melakukan donor darah saat tahlil kubro. Kegiatan tersebut rutin dilakukan hingga memasuki tahun kedelapan.