Mendengar kata ‘dukun’, kebanyakan orang akan tertuju pada sosok yang dianggap sakti karena memiliki kemampuan mistis seperti bisa berkomunikasi dengan alam gaib, mengetahui perkara yang sudah atau akan terjadi, mampu mengobati gangguan-gangguan nonmedis, dan sebagainya.
Hal ini wajar karena selama ini begitulah kita mengenal sosok dukun baik melihat secara langsung atau hanya melalui tayangan film dan media sosial.
Kendati begitu, ada juga oknum-oknum yang sengaja membranding dirinya sebagai dukun, padahal tidak memiliki kesaktian apapun. Mereka hanya bermodal trik sulap lengkap atribut perdukunannya. Terkadang juga mengadopsi simbol-simbol agama agar masyarakat mudah percaya.
Persekongkolan Dukun dengan Jin
Jauh sebelum Islam datang dibawa Nabi Muhammad saw, praktik perdukunan sudah ada di muka bumi. Ini benar-benar dukun yang memiliki kesaktian dan bisa berkomunikasi dengan alam gaib. Mereka biasanya memperbantukan jin untuk mencuri dengar perbincangan malaikat di langit tentang suratan takdir. Dari jin itulah si dukun mendapat informasi tentang apa saja sehingga ia mengetahui banyak hal yang tidak bisa dijangkau manusia pada umumnya.
Hanya kemudian, eksistensi dukun seperti ini mulai punah sejak diutusnya Nabi Isa sebab jin-jin mulai kesulitan mencuri dengar. Terlebih setelah Nabi Muhammad dilahirkan, akses jin untuk mencuri dengar percakapan malaikat di langit ditutup total. Syekh Abul Qasim as-Suhaili dalam ar-Raudhul Unf memaparkan:
رُوِيَ فِي مَأْثُورِ الْأَخْبَارِ أن إبليس كان يخترق السّماوات قَبْلَ عِيسَى، فَلَمّا بُعِثَ عِيسَى، أَوْ وُلِدَ حجب عن ثلاث سماوات، فَلَمّا وُلِدَ مُحَمّدٌ حُجِبَ عَنْهَا كُلّهَا، وَقُذِفَتْ الشّيَاطِينُ بِالنّجُومِ
Artinya, “Diriwayatkan dalam beberapa hadits yang ma’tusr, dulu iblis bia mencuri dengar di langit sebelum Nabi Isa diutus. Setelah Isa diutus atau dilahirkan, tertutup tiga lapis langit. Hingga Nabi Muhammad lahir iblis tidak bisa lagi mencuri dengar sama sekali, sebab setan-setan sudah dilempari dengan bintang-bintang.” (Abul Qasim as-Suhaili, ar-Raudhul Unf, juz II, halaman 194).
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyinggung tentang kelakuan jin ini. Hingga kemudian Allah menciptakan bintang-bintang yang salah satu fungsinya untuk melempari para jin sehingga akses mereka untuk mencuri dengar tertutup total. Salah satunya adalah firman Allah berikut:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاۤءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيْحَ وَجَعَلْنٰهَا رُجُوْمًا لِّلشَّيٰطِيْنِ وَاَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيْرِ
Artinya, “Dan sungguh, telah Kami hiasi langit yang dekat, dengan bintang-bintang dan Kami jadikannya (bintang-bintang itu) sebagai alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka azab neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk [67]: 5)
Berkaitan dengan ayat di atas, Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan, Allah swt menciptakan bintang-bintang di langit memiliki tiga fungsi, yaitu; sebagai hiasan, untuk melempari setan, dan sebagai petunjuk arah. (Ibnu Jarir ath-Thabari, Jami’ul Bayan, 2013: juz XII, halaman 166).
Selain itu, ada satu hadits menarik untuk disimak. Diriwayatkan:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَخْبَرَنِي رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْأَنْصَارِ أَنَّهُمْ بَيْنَمَا هُمْ جُلُوسٌ لَيْلَةً مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُمِيَ بِنَجْمٍ فَاسْتَنَارَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاذَا كُنْتُمْ تَقُولُونَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا رُمِيَ بِمِثْلِ هَذَا قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ كُنَّا نَقُولُ وُلِدَ اللَّيْلَةَ رَجُلٌ عَظِيمٌ وَمَاتَ رَجُلٌ عَظِيمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّهَا لَا يُرْمَى بِهَا لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنْ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى اسْمُهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا سَبَّحَ حَمَلَةُ الْعَرْشِ ثُمَّ سَبَّحَ أَهْلُ السَّمَاءِ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ حَتَّى يَبْلُغَ التَّسْبِيحُ أَهْلَ هَذِهِ السَّمَاءِ الدُّنْيَا ثُمَّ قَالَ الَّذِينَ يَلُونَ حَمَلَةَ الْعَرْشِ لِحَمَلَةِ الْعَرْشِ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ فَيُخْبِرُونَهُمْ مَاذَا قَالَ قَالَ فَيَسْتَخْبِرُ بَعْضُ أَهْلِ السَّمَاوَاتِ بَعْضًا حَتَّى يَبْلُغَ الْخَبَرُ هَذِهِ السَّمَاءَ الدُّنْيَا فَتَخْطَفُ الْجِنُّ السَّمْعَ فَيَقْذِفُونَ إِلَى أَوْلِيَائِهِمْ وَيُرْمَوْنَ بِهِ فَمَا جَاءُوا بِهِ عَلَى وَجْهِهِ فَهُوَ حَقٌّ وَلَكِنَّهُمْ يَقْرِفُونَ فِيهِ وَيَزِيدُونَ
Artinya, “Dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas ra, ia berkata, ‘Salah seorang sahabat Nabi saw dari kaum Anshar menceritakan padaku. Ketika mereka duduk-duduk bersama Rasulullah pada suatu malam, ada bintang (meteor) jatuh memancarkan cahaya. Maka Rasulullah bertanya kepada mereka, ‘Apa yang kalian katakan masa jahiliah ketika ada lemparan (meteor) seperti ini?’
Mereka menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui. Dulu kami katakan, ‘Pada malam ini telah dilahirkan seorang yang terhormat dan telah mati pula seorang yang terhormat,’ Lalu Rasulullah menjelaskan, ‘Sesungguhnya bintang itu tidaklah dilemparkan karena kematian seseorang dan tidak pula karena kelahiran seseorang. Akan tetapi apabila Allah swt telah memutuskan sebuah perkara, para malaikat yang membawa ‘Arasy bertasbih. Kemudian diikuti oleh para malaikat penghuni langit yang di bawah mereka, sampai tasbih itu kepada para malaikat penghuni langit dunia.
Kemudian para malaikat yang di bawah para malaikat pembawa ‘Arasy bertanya kepada para malaikat pembawa ‘Arasy, ‘Apa yang dikatakan Tuhan kita?’ Lalu mereka memberitahu apa yang dikatakan Tuhan mereka. Maka malaikat penghuni langit dunia saling bertanya pula di antara sesama mereka, sehingga berita tersebut sampai ke langit dunia.
Kemudian para jin berusaha mencuri dengar, lalu mereka sampaikan kepada para kekasihnya (tukang sihir atau dukun). Sehingga mereka dilempar dengan bintang-bintang tersebut. Berita itu mereka bawa dalam bentuk yang utuh, yaitu yang sebenarnya tetapi mereka campur dengan kebohongan dan mereka tambah-tambahkan.” (HR Muslim).
Dari hadits ini padat diambil kesimpulan, informasi tentang suratan takdir atau kabar gaib yang diperoleh para dukun pada masa jahiliah didapat dari para jin yang mencuri dengar percakapan malaikat di langit. Hanya saja, sebenarnya jin-jin tersebut juga tidak amanah sehingga informasi yang disampaikan pada si dukun tidak akurat dan penuh kebohongan. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma’had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta
Sumber: NU Online