Pak ustadz, sekitar satu tahun yang lalu, orang tua saya (bapak dan ibu) meninggal dunia akibat serangan jantung. Dan meninggalnya orang tua saya bertepatan dengan bulan Syawwal. Karena sakitnya semenjak awal bulan Ramadhan, maka dapat dipastikan bahwa orang tua saya tidak berpuasa selama bulan Ramdhan tersebut. Saya sebagai anaknya, tentu saya ingin mengqadha’ tanggungan orang tua saya. Bolehkah saya mengqadha’ puasanya orang tua saya pak Ustadz ?
Ahmad
Mojokerto
Jawaban:
Mas Ahmad yang dimulyakan oleh Allah SWT, bersuykurlah anda karena anda termasuk orang yang ingin selalu berbakti kepada orang tuanya, semoga amal dan niat baik anda diterima disisiNya, amin.
Mas Ahmad yang dimulyakan oleh Allah, jumhur fuqaha’ telah sepakat bahwa status hukum puasa di bulan Ramadhan adalah wajib bagi seluruh kaum muslimin kecuali orang-orang tertentu yang memang ada udzur syar’i (alasan yang dibenarkan oleh syari’at). Kaitannya dengan permasalahan ini, terdapat dua kemungkinan[1], yaitu:
- Ada kalanya orang yang meninggal tersebut tidak berpuasa mulai awal hingga akhir bulan Ramadhan, dan tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha’nya karena rasa sakit yang dialaminya. Dalam kasus ini, maka ahli warisnya tidak memiliki kewajiban untuk mengqadha’nya.
- Ada kalanya orang yang meninggal tersebut tidak berpuasa mulai awal hingga akhir bulan Ramadhan, dan dia memiliki waktu yang cukup untuk mengqadha’nya tetapi dia tidak menggunakannya, maka ahli warisnya wajib mengqadha’nya. Dan apabila ahli warisnya tidak berkenan untuk mengqadha’nya, maka dosanya akan menjadi tanggungan pihak orang tua yang meninggal dunia.
Berdasarkan dua ketentuan diatas, apa yang terjadi pada orang tua anda (karena sakit) termasuk udzur syar’i yang dibenarkan oleh syariat Islam sehingga tidaklah berdosa baginya untuk tidak berpuasa. Akan tetapi, Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin memberikan kesempatan bagi ahli warisnya (termasuk anak) untuk berbuat baik kepada orang tuanya yang telah meninggal dunia dan memiliki tanggungan hutang puasa dengan memilih salah satu diantara dua cara berikut ini:
- Mengqadha’nya. Hal ini dipertegas oleh Hadits Nabi SAW:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أُمِّيْ مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ أَمَا أَقْضِيْهِ عَنْهَا ؟ قَالَ: نَعَمْ فَدَيْنُ اللهِ أَحَقُّ أَنْ يُقْضَى…(رواه البخاري
Artinya: “ Dari Ibn Abbas r.a. dia berkata, ada seorang laki-laki dating menemui Rasul SAW seraya berkata: wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia tetapi dia memiliki tanggungan hutang puasa, bolehkan saya mengqadha’nya? Rasul SAW menjawab: ia, hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar” (HR. al-Bukhari)
- Dengan cara memberikan makan kepada fakir miskin sebanyak satu mud (7 ons) dalam setiap harinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya. Misalnya, orang tua yang telah meninggal tersebut tidak berpuasa sebanyak dua puluh hari, maka kewajiban membayarnya adalah dua puluh mud (7 ons dikalikan 20 hari). Adapun harta yang digunakan untuk memberikan makan kepada fakir miskin boleh diambilkan dari harta peninggalan al-marhum dengan syarat ada pesan atau wasiat dari al-marhum.
Originally posted on 21 July 2014 @ 12:44