Momentum Hijrah di Tahun Baru Hijriyah – “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (at Taubah (9) : 36)
Tahun baru Islam atau kita kenal dengan tahun hijriyah diresmikan oleh khalifah Umar bin Khattab (586-590 – 644 M, menjadi khalifah 634 – 644 M), khalifah kedua khulafaurrasyidin ini menetapkan tahun hijriyah sebagai sistem penanggalan resmi Islam, ada beberapa usulan mengenai awal mula penghitungan tahun hijriyah, ada yang mengusulkan penghitungan dimulai dari hari lahir Rasulullah, ada yang mengusulkan dimulai dari diangkatnya Nabi Muhammad menjadi Rasul dan ada yang mengusulkan dihitung mulai dari wafat Rasulullah, sahabat Ali bin Abi Thalib akhirnya mengusulkan penghitungan tahun hijriyah dimulai dari Hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah (638M/ 17H) dan disetujui oleh forum musyawarah.
Dalam penentuan awal mula hari sistem kalender masehi adalah jam.00.00, berbeda dengan penentuan awal mula hari dalam sistem kalender hijriyah adalah jam 18.00 (terbenamnya matahari di waktu setempat). Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi. Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi.
Dalam segala hal di Islam semua menggunakan kalender Hijriyah, mulai dari penentuan awal bulan (sebagai contoh awal bulan Ramadhan & Syawwal) dan lain sebagainya, di antara 12 bulan hijriyah ada 4 bulan yang dimuliakan (bulan haram) yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, Rajab, dalam bulan yang diharamkan itu ada empat, tiga bulan diantaranya berurutan letaknya, sedangkan satunya lagi terpisah (rajab), hal ini tiada lain demi menunaikan ibadah haji dan umrah. Maka diharamkan (disucikan) satu bulan sebelum haji (Dzulqa’dah), karena bulan itu bulan istirahat dan tidak perang dan persiapan melaksanakan ibadah haji, dan bulan Dzulhijjah disucikan karena bulan menunaikan ibadah haji (wuquf). Kemudian disucikan bulan sesudahnya (Muharram) karena orang-orang yang telah melaksanakan haji pulang ke negerinya dan berkumpul lagi dengan keluarganya dalam keadaan aman. Kemudian disucikannya bulan Rajab untuk melakukan ibadah umrah dari daerah yang jauh dari Negara Arab.
Dalam bulan Muharram terdapat spirit hijrah, hijrah berarti berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, Quraish Syihab mengartikan hijrah adalah upaya menciptakan kehidupan yang lebih baik di segala bidang, bukan dimaknai berperang. Bagi bangsa Indonesia dimaknai untuk lebih mencintai tanah air demi menciptakan negeri yang adil, damai dan sejahtera .
Dalam spirit hijrah terdapat beberapa poin: 1) niat; 2) perencanaan yang matang; 3) kebersamaan; 4) pengorbanan. Pertama, niat ada di dalam hati, hanya dia (pelaku) dan Allah yang tahu, segala perbuatan apapun tergantung dengan niatnya, niat adalah ruh dalam amal. Suatu pekerjaan akan dicatat sebagai amal saleh, buruk atau sia-sia tergantung pada niatnya, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya menginginkan kehidupan yang layak di dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang ia niatkan (HR. Bukhari-Muslim).
Banyak orang melakukan kegiatan dunia tapi mempunyai efek ukhrawi, demikian pula sebaliknya, kabar baiknya umat Muhammad mendapatkan keringanan yaitu jika berniat baik tapi belum jadi melaksanakan niat tersebut sudah tercatat sebagai ibadah, dan sebaliknya jika berniat jelek dan tidak dilaksanakan niatan tersebut maka tidak tercatat sebagai perbuatan jahat.
Kedua perencanaan: di dalam merencanakan hijrah butuh perencanaan dan hitungan yang matang, ibarat tujuan jelas dan sesuatu untuk mencapai tujuan juga sudah diperhitungkan dengan matang dan akurat, sehinggat tercipta optimisme dalam hijrah; Ketiga kebersamaan: kegiatan seberat apapun jika diselesaikan secara bersama maka akan terasa lebih ringan, momentum hijrah juga mempunyai nilai kebersamaan umat Islam yang pada awalnya di Makkah karena tidak aman maka hijrah ke Madinah secara bersama-sama. Kebersamaan juga berarti kekuatan, ibarat sapu lidi jika satu atau dua maka mudah dipatahkan namun sapu lidi jika disatukan akan lebih kuat dan mempunyai fungsi yang jelas. Kebersamaan juga mempunyai arti persatuan seperti firman Allah: Wa’tashimu bihablillahi jami’aw wala tafarraqu, wadzkuru ni’matallahi ‘alaikum idz kuntum a’da-an fa-allafa baina qulubikum fa ashbahtum bini’matihi ikhwana.
Berpegang teguhlah kamu sekalian kepada “tali” Allah, dan jangan berpecah belah/bercerai berai. Dan tunjukkanlah nikmat Allah atasmu dan Ingatlah ketika kamu sekalian saling bermusuhan, maka Allah melunakkan hati di antara kamu, maka menjadilah kamu bersaudara (Ali Imran:103). Keempat rela berkoban: rata-rata manusia suka dengan kenyamanan, maka hijrah dari satu tempat ke tempat lain merupakan sesuatu yang tidak nyaman, sastrawan George Bernard Shaw menulis: “Only two percent of the people think; three percent of the people think they think; and ninety five percent of the people would rather die than think”. Hanya 2% manusia yang berfikir dan 3 % yang berfikir bahwa mereka telah berfikir dan 95% selebihnya yang memilih lebih baik mati ketimbang berfikir.
Orang yang berfikir seperti seorang “driver” yang mengetahui arah tujuan, mengantarkan para “passenger” ke arah tujuan dan siap mengambil resiko dari setiap keputusannya, seorang yang mempunyai jiwa driver biasanya anti kemapanan dan selalu mempunyai inisiatif, selalu tidak puas dengan keadaan yang sekarang, mereka selalu mempunyai navigasi dalam membawa gerbong ke arah tujuan dan mempunyai jiwa melayani kepada orang lain, dia selalu memikirkan orang lain terlebih dahulu, selalu mendengarkan orang lain dan peduli dengan orang lain serta merekalah yang mempunyai jiwa tanggung jawab dan tidak suka menyalahkan orang lain tidak berbelit-belit atau menutupi kesalahan sendiri (Rhenald Kasali, 2016:41-42).
Para tokoh besar di seluruh dunia mempunyai jiwa driver dan mempunyai spirit hijrah, Nabi Muhammad mampu membangun Madinah al Munawwarah berawal dari hijrah, Imam Syafi’i, KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, dan tokoh-tokoh lain menjadi orang-orang besar setelah mereka berhijrah, Imam Syafi’i (150-204H) berkata: “Berdiam diri, stagnan, dan menetap di tempat mukim, sejatinya bukanlah peristirahatan bagi mereka pemilik akal & adab, maka berkenalah, tinggalkan negerimu (daerahmu) demi menuntut ilmu & kemuliaan,”
“Safarilah engkau akan menemukan pengganti orang-orang yang engkau tinggalkan, berpeluhlah engkau dalam usaha dan upaya, karena lezatnya kehidupan baru terasa setelah engkau merasakan payah & peluh dalam bekerja dan berusaha” mari kita berhijrah di tahun baru hijriyah! Wallahu a’lam bishawab.
Penulis : Abdulloh Hamid*
Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya. Aktif sebagai Pusat RMI Nahdlatul Ulama dan kandidat doktor Teknologi Pendidikan pada Universitas Negeri Malang. Bisa dihubungi melalui@doelhamid07