Saat Shalat, Mengapa Harus Membaca Ushalli?
M Luqmanul Hakim SPdI*
Melafadzkan niat sebenarnya masalah sangat mendasar dan klasik yang telah tuntas dibahas para ulama dan fuqaha. Hal tersebut sangat banyak ditemui di kitab-kitab fiqih utamanya di kalangan madzhab syafii. Namun tidak ada salahnya masalah ini juga kita sertakan di sini mengingat masih saja ditemui kalnagn yang mempermaslahkannya dan menganggap sebagia bid’ah yang sesat.
Padahal para ulama lintas madzhab selain Malikiyyah telah sepakat, bahwa: Melafadzkan niat ibadah termasuk niat shalat dengan kata “ushalli fardhas shubhi rok’ataini ……dan seterusnya” adalah sunnah karena hal itu adalah bagian dari upaya menolong hati agar dapat menghadirkan niat ketika melaksanakan ibadah. Sedangkan niat adalah wajib di setiap ibadah apapun, sebagaimana sabda Nabi SAW:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى…….
(مالك فى رواية محمد بن الحسن ، وأحمد ، والبخارى ، ومسلم ، والترمذى ، وأبو داود ، والنسائى ، وابن ماجه عن عمر . أبو نعيم فى الحلية ، والدارقطنى فى غرائب مالك ، وابن عساكر عن أبى سعيد . ابن عساكر فى أماليه عن أنس . الرشيد العطار فى جزء من تخريجه عن أبى هريرة(
“Sesungguhnya sah dan tidaknya amal itu dengan niat dan dan sesungguhnya bagi seseorang itu adalah apa yang ia niatkan….” (HR Malik, Ahmad, Bukhari, Muslim Tirmidzi, Abu Dawud An Nasa’i, Ibnu Majah dari Umar RA dan lain-lain)
Dalam pelaksanaan haji dan umrah, Nabi SAW juga melafadzkan niat, sebagaimana riwayat berikut:
عَنْ أَنَسٍ : أَنَّهُ كَانَ عِنْدَ نَاقَةِ رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَلَمَّا اسْتَقْبَلَتْ بِهِ قَالَ لَبَّيْكَ بِحَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ مَعًا (ابن النجار)
Dari Anas RA: “Sesungguhnya Rasulullah SAW berada di atas unta di tahun Haji Wada’. Ketika untanya bersiap untuk berangkat, Nabi SAW bersabda: “Labbaika bihajjatin wa umrotin ma’an” aku sambut panggilanMu bersama haji dan umrah.” (HR Ibnu Najjar)
Berdasarkan hadits ini tentunya mengucapkan niat atau melafadzkan niat seperti niat shalat dengan kalimat ” ushalli ….. dan seterusnya” tentunya diperbolehkan meski dalam hadits tersebut konteksnya ibadah haji dan umrah. Namun bukankah hadist shahih sebelumnya tentang niat berlaku pada semua amal termasuk shalat.
Syeh Dr Wahbah Zuhailiy dalam karyanya Al-Fiqhu al-Islamiy wa Adillatihi mengutip kesepakatan para ulama lintas madzhab sebagai berikut:
مَحَلُّ النِّيَّةِ بِاتِّفَاقِ الْفُقَهَاءِ وَفِي كُلِّ مَوْضِعٍ: اَلْقَلْبُ وُجُوْباً، وَلاَ تَكْفِي بِاللِّسَانِ قَطْعاً، وَلَا يُشْتَرَطُ التَّلَفُّظُ بِهَا قَطْعاً، لَكِنْ يُسَنُّ عِنْدَ الْجُمْهُوْرِ غَيْرِ الْمَالِكِيَّةِ التَّلَفُّظُ بِهَا لِمُسَاعَدَةِ الْقَلْبُ عَلَى اسْتِحْضَارِهَا، لِيَكُوْنَ النُّطْقُ عَوْناً عَلَى التَّذَكُّرِ، وَالْأَوْلَى عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ: تَرْكُ التَّلَفُّظِ بِهَا ؛ لِأَنَّهُ لَمْ يُنْقَلْ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَصْحَابِهِ التَّلَفُّظُ بِالنِّيَّةِ، وَكَذَا لَمْ يُنْقَلْ عَنِ الْأَئِمَّةِ اْلأَرْبَعَةِ. (الفقه الإسلامي وأدلته – (1 / 137))
Berdasarkan kesepakatan fuqaha dan dalam setiap hal bahwa tempatnya niat adalah wajib di hati, dan sudah pasti tidak cukup dengan lisan saja dan tidak disyaratkan melafaadkan dengannya. Akan tetapi mayoritas ulama selain Malikiyah mensunahkan melafadzkan niat untuk menolong hati menghadirkan niat, agar mengucapkan niat itu dapat mmbantu mengingatnya. Menurut ulama Malikiyah yang lebih utama adalah tidak melafadkanya karena hal itu tidak pernah dinukil dari Nabi SAW, para Sahabatnya, demikian pula tidak pernah dinukil dari para imam yang empat.( Al-Fiqhu al-Islamiy wa Adillatihi 1/137)
*Tim Narasumber PW Aswaja NU Center Jatim
Originally posted on 25 September 2016 @ 07:30