Kata Wali memiliki 2 makna. Pertama, orang yang urusannya ditangani dan dijaga oleh Alah SWT. Kedua, orang yang ibadah dan ketaataannya pada Allah SWT tiada henti.[1]
Allah SWT berfirman:
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ -الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ [2]
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.”
Dapat disimpulkan bahwa wali adalah orang mukmin yang tiada henti beribadah pada Allah dan tidak pernah melakukan larangan-Nya. Tidak ada yang dia takuti kecuali Allah SWT. Baginya Allah-lah yang menjaga dan menolongnya. Tidak melakukan perbuatan apapun, baik meihat, mendengar atau membersitkan pikiran dan hati dan lain sebagainya kecuali yang diridlai Allah SWT.[3]
Oleh karena itu tidak mudah seseorang mendapat kewalian jika dia tidak bertakwa, menghindari dosa, ikhlas dan mengikuti Rasulullah SAW. Seseorang tidak dapat disebut wali hanya karena dapat melakukan hal-hal luar biasa yang membuat takjub orang lain. Terlebih dahulu semua itu harus dicocokan dengan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Tanda seorang wali ada 3, yaitu sibuk dengan Allah, berserah diri kepada Allah dan perhatiannya hanya Allah. Dan untuk itu terdapat syarat dia harus Mahfudz (terjaga), sebagaimana syarat seorang nabi adalah Ma’shum.[4] Yang dimaksud dengan Mahfudz adalah Allah SWT menghindarkannya berlarut-larut dalam suatu kesalahan atau kekhilafan, yaiu dengan segera memberinya ilham untuk bertaubat.[5]
Seringkali para wali itu memiliki keistimewaan atau kemampuan luar bisaa yang tidak dimiliki orang biasa, yang dikenal dengan sebutan Karamah.
Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa Ahlu Sunnah Wal Jama’ah mempercayai adanya karamah pada para wali. Karamah adalah sesuatu luar biasa yang tidak disertai dengan pengakuan menjadi nabi. Apabila disertai pengakuan menjadi nabi disebut dengan mukjizat. Apa yang terjadi pada umat-umat terdahulu misalnya dalam surat Al Kahfi dan surat lain dan kenyataan-kenyataan pada generasi awal umat Islam, baik para Sahabat, Tabi’in maupun yang lain menunjukkan karamah-karamah itu memang terjadi dan yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah benar adanaya. Diantara yang disebutkan Al Qur’an adalah kehamilan Maryam yang tanpa suami, kisah Ashabul Kahfi, kisah teman nabi Musa dan kisah Dzulqarnaian.[6]
Tidak setiap yang mempunyai karamah adalah wali, namun juga tidak setiap yang luar bisaa adalah karamah. Jadi karamah adalah hal luar bisaa yang muncul pada orang yang melanggengkan beramal sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Bisa jadi seseorang adalah wali tanpa pernah terlihat memiliki hal luar biasa. Dan sebaliknya banyak hal luar biasa yang muncul dari musuh-musuh Allah SWT sebagai fitnah.[7]
Dengan demikian dapat disimpulkan bawa wali adalah hamba Allah yang sangat mencintai-Nya, menjalankan Al Qur’an dan As Sunnah, melaksanakan perintah dan menjauhkan semua larangan Allah SWT. Dan karamah adalah hal luar biasa yang muncul pada wali.
[1] Ar Risalah Al Qusyairiyah, hal. 259-260
[2] QS Yunus; 62-63
[3] Ar Risalah Al Qusyairiyah, hal. 260
[4] Ar Risalah Al Qusyairiyah, hal. 260
[5] Ad Durar al Muntatsirah fi al Masail At Tis’ Asyrah, hal. 5
[6] Syarh al Aqidah Al Wasithiyah, hal. 157
[7] As Syar al Jadid li Jauhar at Tauhid, hal. 116
Originally posted on 22 November 2016 @ 13:09