Oleh: KH. Ma’ruf Khozin
Kemarin saat ngaji kitab Tadzhib ada penjelasan tentang Samak. Yaitu membersihkan kulit hewan yang mati tanpa disembelih secara syar’i.
ﻭﻋﻦ ﻣﻴﻤﻮﻧﺔ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ، ﻗﺎﻟﺖ: ﻣﺮ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ – ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﺑﺸﺎﺓ ﻳﺠﺮﻭﻧﻬﺎ، ﻓﻘﺎﻝ: «ﻟﻮ ﺃﺧﺬﺗﻢ ﺇﻫﺎﺑﻬﺎ؟» ﻓﻘﺎﻟﻮا: ﺇﻧﻬﺎ ﻣﻴﺘﺔ، ﻓﻘﺎﻝ: «ﻳﻄﻬﺮﻫﺎ اﻟﻤﺎء ﻭاﻟﻘﺮﻅ». ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺑﻮ ﺩاﻭﺩ، ﻭاﻟﻨﺴﺎﺋﻲ.
Maimunah berkata bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berjumpa dengan orang-orang yang menyeret kambing yang sudah mati. Nabi bersabda: “Kenapa tidak dimanfaatkan kulitnya?” Mereka menjawab: “Ini bangkai”. Nabi bersabda: “Kulitnya bisa disucikan dengan air dan daun salam” (HR Abu Dawud dan Nasa’i)
Kulit dari bangkai hewan ini setelah disamak dapat dijadikan tas, dompet, sabuk, tali jam tangan dan sebagainya. Baik dari kulit buaya, macan, gajah, ular dan seterusnya. Kulitnya menjadi suci dan bisa dibawa saat Salat. Kalau dari kulit hewan yang disembelih seperti sapi dan kambing sudah jelas suci.
Bagaimana kalau mengoleksi kepala harimau, serigala, zebra, rusa dan sejenisnya? Karena dalil membatasi hanya pada kulit maka Imam An-Nawawi berkata:
يُكْرَهُ اقْتِنَاءُ الْعَذِرَةِ وَالْمَيْتَةِ
“Dimakruhkan menyimpan (koleksi) kotoran dan bangkai” (Al-Majmu’ juz 9 hlm 234)Apakah tulang bangkai bisa disucikan? Dalam Mazhab Syafi’i dihukumi najis. Jadi kalau melakukan Salat sambil pegang Tangkur Buaya maka salatnya tidak sah. By the way, dimana bisa mendapatkan Tangkur Buaya asli?