Menghargai Orang Memang Tidak Mudah – Baru-baru ini ramai diperbincangkan soal terorisme. Sebelumnya juga ramai soal LGBT. Ada juga soal kopi sianida yang membunuh satu orang, tapi ramai dibahas berepisode kisah dari talkshow hingga gerakan peduli HAM. Apa semestinya yang terjadi di negeri ini?
Yang jelas jawabnya sedang terjadi realitas kehidupan warga negara yang belajar menemukan demokrasi otentik. Nilai tatanan demokrasi berdasar Pancasila itu memang mendorong lahirnya saling menghargai dan memahami perbedaan.
Apakah mudah menghargai orang? Mudah, asal kedua pihak yang beda paham cara menghargai. Tetapi susah terjadi bila salah satu pihak yang paham menghargai. Apalagi jika dua belah pihak tidak bisa memahami perbedaan dan tidak saling menghargai. Jadinya egoisme dan merasa benar sendiri.
Salah satu sendi kehidupan yang menjadi sulit untuk dipahamkan adalah “agama“. Agama sangat sensitif dalam kehidupan bermasyarakat. Sebut saja beragama di Indonesia. Sesama Islam masih sering dijumpai berbeda dan perbedaan itu diekspos kesana kemarib. Begitu juga agama lainnya juga mengalami perbedaan tafsir agama. Jadi kalau mau dipahami, yang beda itu tafsir agama, bukan agamanya.
Menghargai. Satu kata yang enteng. Tapi terasa berat dijalani. Tetapi bhineka tunggal ika mengajak dengan penuh kesadaran untuk melihat fakta perbedaan dan perlu saling menghargai.
Dihargai. Juga satu kata yang bermakna pasif. Tidak harus meminta, tetapi perlu diberikan. Jadi itulah yang terjadi. Karena sudah sedikit orang yang menghargai maka lahir orang yang ingin dihargai.
Ingin dihargai oleh pihak yang tidak menghargai memang tidak gampang. Jadi perlu diluruskan bahwa mendorong untuk menghargai adalah harapan agar negeri ini tetap utuh.
Para walisongo sudah mengajak para pengikutnya untuk sadar dalam mengajak menghargai orang. Islam yang hadir di Jawa setelah Hindhu dan Budha sangat menghargai dua agama itu.
Hari ini Indonesia butuh banyak orang yang masih paham menghargai orang dan bangsanya. Karena memang tidak mudah menghargai orang (yang berbeda dalam hal apapun). Jika sudah beda, maka butuh kesadaran untuk menerima perbedaan. (M Rikza Chamami/Danis)