Kebangkitan Pelajar: Refleksi Menuju Proyeksi Harlah IPNU – Oleh: W Eka Wahyudi*
Tjita2 daripada Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama ialah membentuk manusia jang berilmu, tetapi bukan manusia calon kasta elite dalam masyarakat. Tidak. Kita menginginkan masyarakat jang berilmu. Tetapi jang dekat dengan masyarakat.
Itulah petikan pidato KH Tolchah Mansoer pada Muktamar ke-4 IPNU di Yogjakarta, 11 Februari 1961. Saat memberukan, Kiai Tolchah menegaskan bahwa poin paling penting dari berdirinya IPNU adalah berorientasi pada dua arus utama; intelektualitas dan responsibilitas. Pada tulisan ini, penulis akan sedikit mengupas tentang cita dan asa founding fathers organisasi pelajar di tubuh NU ini.
Pertama, alasan intelektulitas merupakan kegelisahan para tokoh NU pada tahun 1950-an, yang merasakan sulitnya menemukan nahdliyin (orang NU) yang mempunyai kadar intelektual matang. Realita ini pernah dikeluhkan KH Wahid Hasyim tahun 1953 yang menyatakan bahwa mencari seorang akademisi di dalam NU, ibarat mencari tukang es pada jam 1 malam. Itulah mengapa, pada Februari 1954, Konferensi Besar PB Ma’arif menyusun draf khusus yang membahas persoalan masa depan pelajar NU dalam salah satu agenda persidangannya. Inilah yang juga menjadi “pembuka jalan” para pendiri IPNU yang mempunyai inisiatif kuat untuk membentuk organisasi khusus bagi pelajar, yang pada puncaknya lahirlah IPNU 24 Februari 1954 di Semarang berbarengan Konbes PB LP Ma’arif.
Kedua, alasan responsiblitas merupakan harapan luhur Kiai Tolchah agar para kader IPNU, dalam hal ini kalangan mudanya, apabila telah sukses menjadi akademisi dan sarjanawan, tidak lantas menjadikannya sebagai kasta elit yang hidup terasing di tengah masyarakat. Sehingga, indikasi keberhasilan kaderIPNU, jika merujuk pada cita-cita Kiai Tolchah adalah mampu hidup membaur dan melebur dengan segala denyut kehidupan masyarakat, ikut aktif dalam memberikan konstribusi guna memecahkan masalah bersama yang tengah dihadapi masyarakat sekitar.
Dua aras utama inilah, jika diimplementasikan IPNU melalui program konkrit yang terukur, terkontrol dan terevaluasi dengan benar, akan melanggengkan posisi IPNU sebagai organisasi pembelajar (learning organitation) yang pada akhirnya membentuk tatanan masyarakt pembelajar (learning socoety).
Harlah: Momentum Refleksi menuju Proyeksi
IPNU, sebagai organisasi yang tidak kedap terhadap gempuran gelombang peradaban yang terus berkembang, tentu memiliki tantangan yang berbeda dari waktu ke waktu. Kelestarian IPNU yang telah sukses menginjakkan kaki sejarahnya selama setengah abad lebih ini, memberikan kita kabar gembira bahwa IPNU mampu eksis di tengah belukar tantangan dan hambatan.
Momentum hari lahir IPNU yang ke 62 tahun ini, menyeret kita untuk merefleksikan diri agar IPNU sebagai garda depan kaderisasi NU tetap konsisten memberikan andilnya dalam pembangunan sumberdaya pelajar yang lebih produktif. Tantangan-tantangan yang seolah telah siap merobohkan eksistensi IPNU, layaknya harus dijawab dengan program kerja yang lebih produktif.
Semakin menjalarnya nilai-nilai radikalisme, mengakarnya sifat materialistik dan hedonis di kalangan pelajar, kian pudarnya moral generasi muda, serta semakin ketatnya daya saing di segala lini kehidupan memberikan sinyalemen bahwa IPNU jika ingin tetap lestari dan tidak tenggelam di telan zaman, harus mampu menyiapkan penerusnya dengan pola kaderisasi yang lebih substansial.
Pendalaman ideologi, revitalisasi identitas dan jati diri bangsa, serta pelatihan-pelatihan untuk mengasah skill individu harus dijadikan sebagai prioritas dan agenda wajib guna membuktikan bahwa IPNU tetap menjadi organisasi yang kecintaannya kepada ulama, dibuktikan dengan kadar intelektualitas yang tinggi, ideologi yang mumpuni, kuatnya jati diri dan skill yang memadai.
Harapannya, dalam rangka harlah ke 62 ini, IPNU tetap menjaga konsistensinya dalam mengawal pelajar agar kuat dalam memegang ideologi, tanggap terhadap kondisi sosial serta mempunyai kecakapan hidup yang lebih baik. Semoga.
*Wakil Ketua II Bidang Kaderisasi PW IPNU Jawa Timur