Semarang, (22/2) Kembangkan Pesantren RMI Jateng Buka MoU dengan Sulaimaniyyah Turki – Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama Wilayah Jawa Tengah menandatangani momerandum of understanding (MoU) dengan pesantren Sulaimaniyyah Turki. Bertempat di kantor RMI Jateng hadir pemimpin pesantren Sulaimaniyyah Indonesia Abi Ferhat Baz ditemani dengan Abi Ali Dede Pemimpin Pesantren Temanggung dan pengurus RMI Jateng. Hadir memberikan pengarahan pada kegiatan ini Rais Syuriyah PWNU Jateng KH Ubaidullah Shodaqoh.
Kerjasama yang dibangun antara lain pengembangan kurikulum atau program pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an di kedua belah pihak, pengiriman santri untuk belajar di Pesantren Sulaimaniyah, sosialisasi bersama program pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an di Jateng dan melaksanakan Training of Trainers (ToT) pengembangan kurikulum atau program pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an.
Sekretaris RMI Jateng Gus Mandzur Labib mengapresiasi kerjasama antara kedua belah pihak. MoU ini merupakan follow up dari silaturahim yang dibangun selama ini. Mulai dari studi banding ke pesantren Sulamaniyyah dan komunikasi intens antar kedua belah pihak.
“Kami ingin mengenalkan salah satu metode belajar al-Qur’an di pesantren Jateng,” papar Gus Labib.
Pengurus RMI Jateng memperhatikan pesantren tahfidz yang selama ini tidak begitu menjadi fokus perhatian. Harapannya dengan kerjasama ini santri yang menghafal al-Qur’an cukup dengan satu tahun sudah selesai. Selain itu, kita bisa saling berbagi pengetahuan yang bermanfaat untuk kedua belah pihak.
Gus Ubed sapaan akrab Rais Syuriyah menjelaskan bahwa pada dasarnya visi keagamaan pesantren Sulaimaniyyah tak jauh berbeda dengan NU. Kalau terdapat perbedaan di beberapa hal itu wajar saja. Salah satu keunggulan di Sulaimaniyyah ketepatan waktu yang disiplin dan beberapa budaya-budaya baik yang lain. Nah, oleh karena itu alangkah baiknya apa yang baik di Sulaimaniyyah ini kita ambil.
“Saya menyambut gembira sebagai pengawas; pengontrol dan pengarah PWNU Jateng ini. Saya senang sekali. Barangkali ini bisa menutupi kekurangan kita dan bisa ditutupi dengan mengambil keunggulan Sulaimaniyyah,” tandas Gus Ubed.
Selama ini kita belum secara maksimal mengatur tata ruang; kedisiplinan; istinja’ dan thaharah pesantren yang kita asuh. Ke depan kita perlu memperkuat keterlibatan santri dalam ikut menjaga kebersihan pesantren. Selain itu, kerjasama ini menjadi jembatan kita untuk bertukar pengetahuan. Disamping itu, adopsi yang kita ambil tak perlu pleg persis dengan Sulaimaniyyah. Kita gunakan kekhasan dan tradisi yang kita miliki untuk melengkapi apa yang kurang dari Sulaimaniyyah. (M. Zulfa/Danis)