Ziarah kubur merupakan tradisi Islam dan merupakan bagian dari ritual keagamaan. Ritual ziarah kubur terutama kepada para Nabi dan orang-orang sholeh memiliki keutamaan di samping pengaruhnya terhadap rohani para peziarah. Karenanya Rasulullah SAW sering mengunjungi pemakaman Baqi (kompleks pemakaman para sahabatnya di Madinah). Menyaksikan nisan-nisan dapat melembutkan hati yang paling keras sekalipun. Membuat pendengaran kepada telinga yang paling tuli. Memberikan cahaya kepada penglihatan yang paling samar.
Ziarah kubur menyebabkan orang melihat kembali cara hidupnya, peringatan bagi yang masih hidup, dan mengevaluasi dirinya. Serta membuat berpikir mengenai pertanggungjawabannya yang berat di hadapan Allah SWT dan terhadap kurangnya amal kebajikan yang telah dibuat.
Hukum Awal Ziarah Kubur
Memang pada zaman permulaan Islam berkembang, Nabi Muhammad SAW melarang kaum Muslimin ziarah kubur. Larangan ini disebabkan kekhawatiran terhadap timbulnya kepercayaan lama mereka kepada berhala atau beberapa lambang keberhalaan. Tetapi kemudian, Nabi SAW membenarkan mereka menziarahinya. Ini kerana iman dan aqidah Islam mereka telah mantap. Sehingga mereka bisa mengambil pelajaran dan mengingat akhirat. Rasulullah saw. bersabda:
إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِياَرَةِ الْقُبُوْر ِأَلآفَزُوْرُوْهاَ فَإِنَّهاَ تُذَكَّرُكُمُ اْلآخِرَةَ وَلْتَزِدْكُمْ زِياَرَتُهاَ خَيْرًا فَمَنْ أَراَدَ أَنْ يَزُوْرَ فَلْيَزُرْ وَلاَ تَقُوْلُوا هُجْرًا
“Sesungguhnya aku dulu telah melarang kalian untuk berziarah kubur. Maka (sekarang) ziarahlah karena akan bisa mengingatkan kepada akhirat dan akan menambah kebaikan bagi kalian dengan menziarahinya. Barangsiapa yang ingin berziarah maka lakukanlah dan jangan kalian mengatakan ‘hujran’ (ucapan-ucapan batil).” (HR. Muslim dari shahabat Buraidah bin Hushaib ra.)
وَالحَدِيْثُ دَالٌ عَلىَ مَشْرُوْعِيَّةِ ِزيَارَةِ القُبُوْرِ وَبَياَنِ الحِكْمَةِ فِيْهَا وَأَنَّهِا لِلاِعْتِبَاِر… فَإِنَّهَا عِبْرَةٌ وَذِكْرَى لِلآخِرَةِ وَالتَّزْهِيْدِ فِيْ الدُّنْيَا فَإِذَا خَلَتْ مِنْ هَذِهِ لَمْ تَكُنْ مُرَادَةً شَرْعاً
Al-Imam Ash-Shan’ani mengatakan: “Hadits menunjukkan tentang disyariatkannya ziarah kubur dan penjelasan tentang hikmah yang terkandung padanya dan untuk mengambil pelajaran, mengingat akhirat dan sederhana dalam mengarungi kehidupan dunia. Jika Ziarah kubur kosong dari hikmah tersebut maka bukan ziarah yang disyariatkan.” (Lihat Muhammad bin Ismail Al Shan’ani, Subulus Salam, Bairut: Dar Ihya’ al Turats al ‘Arabi, cet. IV, juz II h. 114)
Syariat yang telah disebutkan di atas tentang ziarah kubur adalah disunnahkan bagi laki-laki berdasarkan dalil-dalil dari hadits-hadits maupun hikayat ijma’. Adapun bagi wanita maka hukumnya menurut sebagian ulama adalah mubah (boleh), makruh, bahkan sampai kepada haram bagi sebagian wanita. Perbedaan hukum antara laki-laki dan wanita dalam masalah ziarah kubur ini disebabkan oleh adanya hadits yang menunjukkan larangan ziarah kubur bagi wanita:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ
“Dari Abu Hurairah ra. dia berkata : “Rasulullah saw. melaknat wanita-wanita peziarah kubur”(HR. Ibnu Hibban)
Perbedaan Ulama Tentang Ziarah Kubur Bagi Wanita
Ziarah kubur bagi wanita dilarang, hal ini diungkapkan oleh Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Abdary Al-Malikiy, terkenal dengan sebutan “Ibnu al-Hajj”, ia berkata: “Dan seharusnya (selayaknya) baginya (laki-laki) untuk melarang wanita-wanita untuk keluar ziarah kubur meskipun wanita-wanita tersebut memiliki makam (karena si mayat adalah keluarga atau kerabatnya) sebab As-Sunnah telah menghukumi/menetapkan bahwa mereka (para wanita) tidak diperkenankan untuk keluar rumah untuk ziarah kubur”. (Lihat Madkhal As-Syar‘i Asy-syarif 1/250)
Sedangkan yang menyatakan ziarah kubur bagi wanita boleh adalah Imam Al-Bukhary meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik ra. Bahwa “Rasulullah saw melewati seorang wanita yang sedang berada di sebuah kuburan, sambil menangis. Maka Rasulullah saw berkata padanya : “Bertaqwalah engkau kepada Allah SWT. dan bersabarlah”. Maka berkata wanita itu : “Menjauhlah dariku, engkau belum pernah tertimpa musibah seperti yang menimpaku”, dan wanita itu belum mengenal Nabi SAW, lalu disampaikan padanya bahwa dia itu adalah Rasulullah saw, ketika itu, ia bagai ditimpa perasaan seperti akan mati (karena merasa takut dan bersalah-ed.). Kemudian wanita itu mendatangi pintu (rumah) Rasulullah saw dan dia berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku (pada waktu itu) belum mengenalmu”, maka Nabi SAW berkata : Sesungguhnya yang dinamakan sabar itu adalah ketika (bersabar) pada pukulan (cobaan) pertama”. Al-Bukhary memberi terjemah (judul bab) untuk hadits ini dengan judul “Bab tentang ziarah kubur” menunjukkan bahwa beliau tidak membedakan antara laki-laki dan wanita dalam berziarah kubur. (Lihat Shohih Al-Bukhary 3/110-116).
Al-Imam Al-Qurthuby berkata : “Laknat yang disebutkan di dalam hadits adalah bagi wanita-wanita yang memperbanyak ziarah karena bentuk lafazhnya menunjukkan “mubalaghah (berlebih-lebihan)”. Dan sebabnya mungkin karena hal itu akan membawa wanita kepada penyelewengan hak suami, berhias diri belebihan dan akan memunculkan teriakan, erangan, raungan dan semisalnya. Dan jika semua hal tersebut tidak terjadi, maka tidak ada yang bisa mencegah untuk memberikan izin kepada para wanita untuk ziarah kubur, sebab mengingat mati diperlukan bagi laki-laki maupun wanita”. (Lihat : Al Jami’ Li Ahkamul Qur`an).
Hukumnya Ziarah Kubur
Sebenarnya, hukum ziarah kubur bagi laki-laki dan perempuan disunnahkan. Sebab hikmah ziarah kubur adalah untuk mendapat pelajaran dan ingat akhirat serta mendoakan ahli kubur agar mendapat ampunan dari Allah SWT. Ziarah kubur yang bid’ah adalah pemujaan, menyembah dan meminta-minta kepada penghuni kubur. Adapun hadits yang menyatakan larangan ziaraha kubur bagi wanita itu telah dicabut dan huku berziarah baik laki-laki maupun perempuan adalah sunnah. Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan: “Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu (larangan ziarah kubur bagi perempuan) diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah saw membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu”. (Sunan At-TIrmidzi: 976)
وَسُئِلَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ زِيَارَةِ قُبُوْرِالأَوْلِيَآءِ فِيْ زَمَنٍ مُعَيَّنٍ مَعَ الرِّحْلَةِ إِلَيْهَا… فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ ِزيَارَةِ قُبُوْرِالأَوْلِيَاءِ قُرْبَةٌ مُسْتَحَبَّةٌ وَكَذَا الرِّحْلَةُ إِلَيْهَا…
“Ibnu Hajar Al-Haitami pernah ditanya tentang ziarah ke makam para wali, pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab: “berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunnahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka”. (Al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, juz II : 24).
Originally posted on 5 October 2017 @ 14:00