Mengiringi jenazah dengan bacaan tahlil adalah boleh, bahkan ada riwayat yang menyebutkan bahwa hal tersebut dilakukan oleh Rasulullah berdasarkan hadits berikut ini:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: لَمْ يَكُنْ يُسْمَعُ مِنْ رَسُولِ اللهِ ، وَهُوَ يَمْشِي خَلْفَ الْجِنَازَةِ، إلَّا قَوْلُ: لَا إلَهَ إلَّا اللهُ، مُبْدِيًا، وَرَاجِعًا،
“Ibn Umar berkata, “Tidak pernah terdengar dari Rasulullah ketika mengantarkan jenazah kecuali ucapan La Ilaaha Illallaah, pada waktu berangkat dan pulangnya.”[1]
- Adzan di Kubur
Ahli sejarah Syaikh al-Zarkali telah menyebutkan ulama yang pertama kali menganjurkan adzan di kubur:
الْاِصَابِي (577 – 657 هـ – 1181 – 1258 م) عَلِيًّ بْنُ الْحُسَيْنِ الْاِصَابِي، أَبُوْ الْحَسَنِ: فَقِيْهٌ أُصُوْلِيٌّ، يَمَانِيٌّ. وَهُوَ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْاَذَانَ لِمَنْ يُسَدُّ اللَّحْدَ عَلَى الْمَيِّتِ.
“Ali bin Husain al-Ishabi (577-657 H atau 1181-1257 M), Abu Hasan, ahli fikih, ahli usul fikih, berkebangsaan Yaman. Dia adalah yang pertama kali menganjurkan adzan terhadap orang yang memasukkan mayit ke liang lahat”[2]
Pada masa berikutnya, ulama ahli hadis al-Hafidz al-Hamawi selama hidupnya pernah menfatwakan bahwa adzan di kubur saat dimakamkan adalah sunah. Maka ketika beliau wafat, ulama-ulama Damaskus melakukan fatwanya:
وَلَمَّا أُنْزِلَ فِي قَبْرِهِ عَمِلَ الْمُؤَذِّنُوْنَ بِبِدْعَتِهِ الَّتِي ابْتَدَعَهَا مُدَّةَ سَنَوَاتٍ بِدِمَشْقَ مِنْ اِفَادَتِهِ إِيَّاهُمْ أَنَّ الْأَذَانَ عِنْدَ دَفْنِ الْمَيِّتِ سُنَّةٌ وَهُوَ قَوْلٌ ضَعِيْفٌ ذَهَبَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِيْنَ وَرَدَّهُ ابْنُ حَجَرٍ فِي الْعُبَابِ وَغَيْرُهُ فَأَذَّنُوْا عَلَى قَبْرِهِ
Ketika janazah al-Hafidz al-Hamawi diturunkan ke kubur, para muadzin melakukan bid’ah yang mereka lakukan selama beberapa tahun di Damaskus, yang diampaikan oleh beliau (Syaikh Muhammad bin Muhammad bin Yusuf al-Hamawi) kepada mereka bahwa ‘adzan ketika pemakaman adalah sunah’. Ini adalah pendapat lemah yang dipilih oleh sebagian ulama generasi akhir. Pendapat ini ditolak oleh Ibnu Hajar dalam kitab al-Ubab dan lainnya, maka mereka melakukan adzan di kuburnya”[3]
Di kalangan Nahdliyin adzan di kubur ini hampir selalu dilakukan dengan mengikuti pendapat ulama yang menganjurkan.
[1]Al-Hafizh al-Zaila’i, Nashb al-Rayah li-Ahadits al-Hidayah, juz 2, hal. 292 dan al-Hafizh Ibn Hajar, al-Dirayah fi Takhrij Ahadits al-Hidayah, juz 1, hal. 238.
[2] al-A’lam, 4/280
[3] Syaikh al-Muhibbi, Khulashat al-Atsar 3/32
Originally posted on 25 July 2017 @ 18:53