Jombang — Ada banyak cara yang dilakukan demi mengisi kegiatan selama bulan suci Ramadhan. Pengurus Cabang Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jombang, Jawa Timur, menyelenggarakan halaqah Ramadhan dengan mengambil tema menghadang ideologi transnasional lewat pendidikan (21/7).
Halaqah Ramadhan ini dilangsungkan di hall KH Abdurrahman Wahid Rumah Sakit Nahdlatul Ulama (RSNU). Tampil sebagai narasumber adalah Dr Ainur Rofiq Al-Amin, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya yang juga salah seorang pengasuh di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Ketua PCNU Pergunu Jombang, Muhammad Faqih dalam pengantarnya menandaskan bahwa ada keresahan cukup mendalam dari beberapa kalangan terhadap faham Ahlus Sunnah wal Jamaah khususnya an-Nahdliyah yang kian terancaman. “Karenanya perlu ada kesadaran bagi para pendidik untuk bersama-sama memantapkan keilmuan dan kemitmen terhadap keaswajaan,” katanya. Sehingga bagaimana para guru mampu membendung dan menghadang ideologi transnasional lewat pendidikan, lanjutnya.
Sedangkan narasumber menandaskan bahwa pengertian ideologi transnasional di tanah air adalah gerakan yang lahir setelah kemerdekaan dengan dua ciri khusus, yaitu suka mengotak-atik sistem kenegaraan, serta kegemaran mereka untuk mempersoalkan tradisi muslim nusantara.
Dengan dua ciri ini, maka dalam praktiknya ideologi transnasional mudah membuat keresahan. “Bila eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI dipersoalkan, maka hal ini tentu saja akan langsung berhadapan dengan Nahdlatul Ulama yang memang memiliki komitmen terhadap NKRI,” kata Ainur Rofiq al-Amin.
Demikian juga ketika sejumlah amaliyah tradisional warga diusik, maka dapat dipastikan akan berhadapan dengan kelompok yang bersiskukuh mempertahankan tradisi warisan nenek moyang itu secara baik. “Dapat dipastikan, kiprah dan ajaran ideologi transnasional akan berhadap-hadapan dengan keyakinan warga NU,” terang mantan aktifis Hizbut Tahrir Indonesia ini.
Dengan dua ciri khas ini saja, maka akan dengan mudah terjadi ketegangan di akar rumput. Namun demikian, aktifis Pagar Nusa ini menyarankan kepada sejumlah kalangan untuk tetap memandang kelompok dan pengikut ideologi ekstrim tersebut sebagai saudara. “Kalau kita berperilaku seperti mereka dengan mencela dan mengkafirkan, maka tidak ubahnya sama seperti mereka,” katanya mengingatkan.
“Cara terbaik adalah tetap memperlakukan mereka sebagai saudara sesama muslim,” pesannya. Bahwa kemudian banyak perbedaan antara sesama orang Islam, maka hal itu harusnya dianggap sebagai sebuah kewajaran. “Kita telah terbiasa dengan perbedaan, karenanya jangan pernah memusuhi mereka yang tidak sepaham dengan kita,” sergahnya.
Justru kehadiran kelompok ini dapat dijadikan sebagai media untuk melakukan dialog dan mengembalikan mereka ke pemahaman agama dan jalan yang benar. “Itulah tugas kita,” lanjutnya.
Rofiq juga menandaskan agar harus mulai difikirkan mengemas materi kurikulum di sejumlah pesantren dan madrasah serta sekolah yang membahas tentang ideologi kalangan ekstrim tersebut. “Berikan pemahaman sejak dini kepada para santri dan siswa akan keberadaan ideologi transnasional ini,” pesannya. Karena dengan membekali mereka sejak awal, maka ketika melanjutkan studi, tetap memiliki komitmen yang kukuh terhadap Aswaja. (s@if)