UPAYA MEMBUKTIKAN TEMPAT ALLAH DI ATAS SANA
Oleh: Abdul Wahab Ahmad – Tim Peneliti Aswaja NU Center di bidang Aqidah
Sejak lebih satu milenium lalu, selalu ada orang yang ingin membuktikan bahwa Allah berada di atas sana. Dalam teks al-Qur’an sebenarnya sudah ada kata-kata yang sepintas menegaskan bahwa Allah berada di atas sana. Misalnya:
يَخَافُونَ رَبَّهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ (النحل 50)
“Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka).”
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ (الملك 16)
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang,’
Tetapi ada juga ayat yang sepintas menegaskan bahwa Allah di bumi ini bersama kita. Misalnya:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (الحديد: 4)
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ (البقرة: 186)
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat”.
Ada juga yang sepintas menegaskan bahwa Allah di arah manapun. Misalnya:
وَلِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ (البقرة 115)
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah (diri) Allah”.
Bahkan ada juga hadis yang sepintas menegaskan bahwa Allah berada di bawah. Misalnya:
أقربُ ما يكون العبد من ربِّه وهو ساجد، فأكثروا الدعاء (رواه مسلم)
“Lokasi paling dekat seorang hamba dengan tuhannya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa”
Semua ayat atau hadis di atas sebenarnya sama kuatnya dan tak boleh dipertentangkan dengan menetapkan makna literal yang satu dan menafikan lainnya tanpa ada petunjuk sharih dari Rasulullah. Namun bagi mereka yang terlanjur meyakini bahwa Allah punya bentuk fisik dan lokasinya bisa ditunjuk jari (dengan cara menunjuk ke arah atas), maka semua ayat atau hadis yang mengindikasikan lokasi selain “atas” ditafsirkan berbeda (ditakwil) dengan berbagai cara asalkan tak lagi menunjukkan lokasi, misalnya dengan mengatakan bahwa ilmu Allah-lah yang di mana-mana dan dekat dengan kita sedangkan Allah sendiri di atas sana. Ada juga yang menafsirkan (mentakwil) bahwa kebersamaan Allah dengan kita seperti kebersamaan matahari dan rembulan yang ikut serta ke manapun kita pergi tetapi lokasinya sendiri tetap di atas sana. Padahal penafsiran (takwil) seperti ini akan terlihat rapuhnya ketika dipertemukan dengan hadis shahih berikut misalnya:
وَالَّذِي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَةِ أَحَدِكُمْ (رواه مسلم)
“Dzat yang kalian sembah lebih dekat pada kalian daripada leher binatang tunggangan kalian”.
Mana mungkin bisa dikatakan bahwa matahari/bulan lebih dekat dari leher unta yang kita kendarai atau bahwa lebih dekat dengan urat leher kita sendiri sebagaimana dalam QS, Qaf; 16? Tentu tidak bisa. Bagaimana pula bisa dikatakan bahwa Ilmu Allah lebih dekat ketika kita sujud daripada ketika berdiri? Tentu saja tak relevan sama sekali.
Adapun ayat atau hadis yang mengindikasikan “arah atas”, maka menurut mereka haram diutak-atik lagi maknanya melainkan harus dipahami sesuai makna lahiriahnya. Segala bentuk penafsiran (takwil) terhadap ayat atau hadis yang sepintas menyebut makna “atas” akan dianggap sebagai menolak ayat, menolak sifat, membantah Allah, dan sebagainya yang sadis sekali terdengar. Tolong jangan tanya apa dalil dari standar ganda ini sebab takkan ada dalilnya, yang ada hanyalah vonis ahli bid’ah melayang ke anda.
Selain menukil beragam ayat dan hadis yang secara literal menyebut “arah atas” sambil sibuk menafsirkan (mentakwil) hadis atau ayat yang menyebut “arah lain”, ada-ada saja cara mereka untuk membuktikan bahwa Allah memang berada di atas. Lagi-lagi tolong jangan singgung bahwa bumi itu bulat sehingga “arah atas” itu relatif sebab anda hanya akan mendapat vonis ahli bid’ah kalau mempertanyakan demikian.
Di antara pembuktian unik mereka adalah sebagaimana di bawah ini:
1. Isra’ Mi’raj membuktikan bahwa Allah di atas sebab diceritakan bahwa Nabi Muhammad bolak-balik naik ke atas untuk menemui Allah. Kisahnya pasti semua sudah tahu sehingga tak perlu diulang di sini. Namun apakah ini bisa membuktikan kalau Allah di atas? Tentu tidak. Konyol sekali kalau menyimpulkan lokasi Allah dari tempat menghadap hambanya. Ketika Mi’raj, Nabi Muhammad bolak-balik ke tempat ia bermunajat kepada Allah, bukan berarti Allah bertempat di tempat itu. Sama ketika Nabi Musa naik ke bukit Turnisa untuk menerima wahyu bukan berarti Allah bertempat di bukit Turnisa. Sama saja ketika kita bolak-balik ke masjid untuk berkeluh kesah menghadap Allah bukan berarti Allah ada di dalam masjid. Itu semua hanya lokasi bermunajat, berdialog dengan Allah.
2. Para malaikat naik ke atas. Dalam ayat ini misalnya Allah berfirman:
تَعْرُجُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Rabbnya.” (QS. Al Ma’arij : 4)
Jibril memang naik ke atas, namun apakah itu membuktikan bahwa lokasi Allah di atas? tentu tidak. Sama seperti sebelumnya, tempat bermunajat mereka memang di atas sana, bukan di sini. Bukankah Baitul Izzah yang merupakan kiblat para malaikat ada di atas sana?
3. Firman Allah bahwa perkataan yang baik naik ke atas.
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ
“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik.” (QS. Fathir: 10)
Kata “naik” memang menunjukkan makna ke atas, namun apakah maknanya selalu lokasi? tentu tidak. Ayat itu berbicara dalam konteks pengadilan Tuhan (balasan pahala). Yang namanya konteks pengadilan dalam bahasa kita pun, bahasa indonesia, kita gunakan kata “naik” untuk menggambarkan laporan diserahkan ke pihak yang lebih tinggi. Ketika saya mengatakan “pihak yang lebih tinggi” anda tentu paham bahwa maksud saya bukan orangnya tinggi atau tempat tinggal pihak tersebut lokasinya lebih tinggi, tapi sebagai bahasa kiasan yang menunjukkan strata saja. Konyol sekali apabila dipahami ini sebagai ketinggian lokasi.
4. Nabi Isa diangkat ke atas.
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ
“(Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku.” (QS. Ali Imron: 55)
Mengangkat memang artinya ke atas. Namun apakah cukup sebagai bukti bahwa lokasi Allah di atas? Tentu tidak. Faktanya dari berbagai hadis kita tahu bahwa Nabi Isa diangkat untuk ditempatkan di langit dan menemui Nabi Muhammad di langit kedua tatkala Mi’raj. Tak ada satu pun yang mengatakan bahwa Allah juga berada di langit kedua sebab ayat tersebut berkata bahwa Isa dinaikkan kepada-Nya. Yang jelas, makna ayat itu Allah mengangkat Nabi Isa ke langit dalam perlindungannya, bukan ke dalam lokasi Allah berada.
5. al-Qur’an diturunkan dari Allah yang berarti berasal dari atas sebab memakai kata “turun”
تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ
“Diturunkan Kitab ini (Al Quran) dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Ghafir: 2)
Mungkin ini argumen paling konyol untuk membuktikan bahwa lokasi Allah di langit sebab semua yang belajar ulumul Qur’an akan tahu bahwa al-Qur’an itu diturunkan dari Lauh Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia secara utuh lalu diturunkan secara gradual selama 23 tahun dari Baitul Izzah ke Nabi Muhammad. Sumber utama al-Qur’an itu sendiri adalah Allah sebab itu adalah kalam-Nya. Tapi tak ada hubungannya ini dengan lokasi Allah itu sendiri.
6. Tangan menghadap ke atas ketika berdoa menunjukkan bahwa Allah berada di atas. Ini juga argumen rapuh sebab urusan menghadap dalam ibadah itu hanyalah soal teknis yang bersifat ta’abbudi, tak ada hubungannya dengan lokasi Allah. Ketika shalat kita diperintah menghadap ka’bah tapi bukan berarti Allah di ka’bah. Ketika berdoa kita diperintah mengangkat tangan sebagai simbol meminta, bukan berarti Allah berada di atas melainkan sebab langit adalah kiblatnya doa. Beda lagi ketika kita tersesat tak tahu arah kita harus berijtihad lalu silakan menghadap ke manapun sesuai hasil ijtihadnya, namun bukan berarti lokasi Allah ada di mana-mana.
7. Fir’aun saja tahu bahwa dalam keyakinan Nabi Musa tuhan itu berada di atas sehingga dia membangun bangunan tinggi untuk membuktikannya (QS.Ghafir/Al Mu’min: 36-37). Dalam ayat tersebut memang fir’aun melakukan hal konyol itu supaya bisa melihat Tuhannya nabi Musa kalau memang ada dan ternyata tidak ada. Tapi apakah berarti kisah ini dapat membuktikan bahwa Allah memang berlokasi di atas? Kita lihat jawaban Allah terhadap kekonyolan Firaun itu:
وَ كَذلِكَ زُيِّنَ لِفِرْعَوْنَ سُوءُ عَمَلِهِ وَ صُدَّ عَنِ السَّبيلِ وَ ما كَيْدُ فِرْعَوْنَ إِلاَّ في تَبابٍ
“Demikianlah dijadikan Fir’aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir’un itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.”
Nah ternyata menurut Allah tindakan Firaun yang berlandaskan keyakinan sedemikian itu merupakan hal buruk dan menyimpang dari jalan yang benar. Andai memang benar bahwa kisah tersebut mengkonfirmasi bahwa dalam akidah Nabi Musa memang lokasi Allah di atas, maka kira-kira ayat di atas berisi “Sesungguhnya Firaun takkan mampu membangun setinggi itu” atau “Sesungguhnya lokasi Allah jauh lebih tinggi lagi” dan semisalnya. Barulah klop.
Intinya, semua upaya pembuktian di atas sangat rapuh sebab memang tak berlandaskan pijakan yang kuat.
NB: Kalau Anda teliti membaca, saya menggunakan kata “penafsiran” lalu diikuti kata “takwil” yang ditulis dalam kurung ketika menjelaskan tafsiran mereka atas seluruh ayat atau hadis yang mengindikasikan makna selain “arah atas”. Itu untuk mengisyaratkan bahwa dalam peristilahan mereka, biasanya yang demikian mereka sebut sebagai tafsir dan menolak untuk disebut sebagai takwil sebab mereka mendeklarasikan diri sebagai anti takwil. Namun apa pun namanya tak penting, yang jelas ketika makna suatu kata tak lagi denotatif, maka itulah yang biasa disebut takwil dan pelakunya berarti sedang mentakwil.
Semoga bermanfaat.
Keterangan gambar: Gambar ini adalah gambar alam semesta yang kita kenal berisi galaksi yang tak terhitung jumlahnya. Tolong jangan tanya di manakah arah “atas” dalam gambar peta semesta itu. Sekali lagi tolong jangan tanya!.
Originally posted on 23 November 2018 @ 18:51