Memperingati haul para ulama secara prinsip merupakan upaya kita untuk ‘mengenang’ kembali seorang ulama tersebut. Dalam biografi ataupun tradisi yang sering dilakukan oleh warga Nahdliyin dalam mengadakan haul ulama dengan menyebutkan kisahnya selama hidupnya adalah untuk ‘meneladani keshalehannya’. Hal ini sudah dilakukan sejak zaman sahabat:
عَنْ سَعْدٍ قَالَ أُتِيَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ يَوْمًا بِطَعَامِهِ فَقَالَ قُتِلَ مُصْعَبُ بْنُ عُمَيْرٍ وَكَانَ خَيْرًا مِنِّي فَلَمْ يُوجَدْ لَهُ مَا يُكَفَّنُ فِيهِ إِلاَّ بُرْدَةٌ وَقُتِلَ حَمْزَةُ أَوْ رَجُلٌ آخَرُ خَيْرٌ مِنِّي فَلَمْ يُوجَدْ لَهُ مَا يُكَفَّنُ فِيهِ إِلاَّ بُرْدَةٌ لَقَدْ خَشِيْتُ أَنْ يَكُونَ قَدْ عُجِّلَتْ لَنَا طَيِّبَاتُنَا فِي حَيَاتِنَا الدُّنْيَا ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِي (رواه البخاري رقم 1195)
“Diriwayatkan dari Sa’d bahwa Abdurrahman bin Auf suatu hari disuguhi makanan. Ia berkata: “Mush’ab bin Umair telah terbunuh, ia lebih baik dariku, tak ada yang dapat dibuat kafan untuknya kecuali kain selimut. Hamzah juga telah terbunuh, ia lebih baik dariku, tak ada yang dapat dibuat kafan untuknya kecuali kain selimut. Sungguh saya khawatir amal kebaikan-kebaikan kami segera diberikan di kehidupan dunia ini”. Kemudian Abdurrahman bin Auf menangis” (Riwayat Bukhari No 1195)
Meskipun sudah tiadanya para ulama, kita sebagai peneurus masih bisa untuk meneladani sikap, sifat, dan nilai-nilai yang memberikan nilai positif dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengenang dan meneladani sifat keshalihan tersebut menjadi motivasi kita untuk terus berbuat kebaikan dalam keseharian. Seperti yang disampaikan juga oleh ibnu Baththal,
قَالَ ابْنُ بَطَّالٍ وَفِيْهِ أَنَّهُ يَنْبَغِي ذِكْرُ سِيَرِ الصَّالِحِيْنَ وَتَقَلُّلِهِمْ فِي الدُّنْيَا لِتَقِلَّ رَغْبَتُهُ فِيْهَا (فتح الباري لابن حجر 7/ 354)
“Ibnu Baththal telah berkata: Dalam riwayat ini dianjurkan menyebut kisah-kisah orang saleh dan kesederhanannya terhadap duniawi. Tujuannya agar tidak cinta dunia” (Fathul Bari 7/354)
Selain itu juga mengenang para ulama, akan mendatangkan rahmat baginya,
عِنْدَ ذِكْرِ الصَّالِحِيْنَ تَنْزِلُ الرَّحْمَةُ (سفيان بن عيينة ذكره ابن الجوزي في مقدمة صفوة الصفوة)
“Mengingat orang shaleh menjadi sebab turunnya rahmat” (Sufyan bin Uyainah dikutip oleh Ibnu Jauzi dalam Muqaddimah Shifat ash-Shafwah)
Abdullah Ibnu Mubarok, juga menyampaikan bahwa,
قَالَ ابْنُ الْمُبَارَكِ رَحِمَهُ اللهُ: (سِيَرُ الصَّالِحِيْنَ جُنْدٌ مِنْ جُنُوْدِ اللهِ يُثَبِّتُ اللهُ بِهَا قُلُوْبَ عِبَادِهِ) وَمِصْدَاقُ ذَلِكَ مِنَ اْلقُرْآنِ قَوْلُ اللهِ تَعَالَى: {وَكُلاًّ نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ وَجَاءَكَ فِي هَذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ} [هود:120]… يَحْتَاجُ اْلإِنْسَانُ إِلَى زِيَارَةِ مَنْ يُبْكِيْهِ، وَإِذَا لَمْ يَجِدْهُ فِي اْلأَحْيَاءِ، اِطَّلَعَ عَلَى سِيْرَتِهِ فِي اْلأَمْوَاتِ (دروس للشيخ محمد الحسن الددو الشنقيطي 5/ 28)
“Sejarah orang-orang shaleh adalah salah satu pasukan Allah, yang dapat mengokohkan hati hamba-hamba Allah. Sebagaimana dalam firman Allah: Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman [Hud: 120]… Seseorang butuh untuk berkunjung kepada sosok manusia yang dapat membuatnya menangis. Jika tidak menemu-kannya di kalangan yang masih hidup, maka pelajarilah dari sejarah orang-orang yang telah wafat” (Syaikh Hasan asy-Syanqithi)
Originally posted on 15 November 2016 @ 11:00