Situbondo — Agar dapat menjadi organisasi sosial keagamaan yang tetap relevan, NU perlu turun di berbagai gelanggang. Jangan apriori termasuk di ranah politik.
Penegasan ini disampaikan Masdar Hilmy ketika menjadi pembicara Seminar Nasional Refleksi 33 Tahun Khittah NU, Rabu (11/1). Kegiatan tersebut atas prakarsa Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo, TV9 Nusantara dan PW LTN NU Jatim, dan berlangsung di aula Ma’had Aly pesantren setempat.
Guru besar UIN Sunan Ampel Surabaya tersebut menyampaikan agar keberadaan NU tetap lestari, maka ada sejumlah hal yang perlu ditekankan. “Pertama adalah, NU hendaknya jangan semata besar secara kuantitas, juga kualitas,” jelasnya.
Besarnya jumlah warga NU, harusnya juga diimbangi dengan peran dan kiprah para kadernya di berbagai sektor. “Termasuk dalam politik,” jelasnya.
Namun, Masdar mengingatkan bahwa politik yang harus dikawal NU adalah kerakyatan, kenegaraan serta kemasyarakatan. “Tidak semata politik praktis,” sergahnya.
“Sedangkan hal kedua yang harus diperjuangkan NU adalah bagaimana NU tetap relevan dan dibutuhkan bangsa ini dalam seluruh pergantian cuaca,” ungkapnya.
Di era digital seperti sekarang, kehadiran NU harus menjadi penawar atas kian merebaknya insan yang linglung. “Bagaimana NU memberikan jawaban yang memuaskan tidak hanya secara retoris, tapi juga argumentatif,” terangnya.
Karenanya, jangan sampai NU dibutuhkan hanya saat mengurusi warganya yang meninggal. “Tapi bagaimana kehadiran nahdliyin dibutuhkan sepanjang masa,” jelasnya.
Karenanya, keberadaan Khittah NU harus terus direkonstruksi sehingga dapat dipahami secara terbuka oleh berbagai pihak.
Sebelum Masdar Hilmy, tampil KH Afifuddin Muhajir yang memaparkan 14 hal yang harus dijaga NU hingga titik darah penghabisan. (SI)