Seorang Profesor menjadi ahli dalam bidangnya dikarenakan ilmu yang dipelajari dan tersimpan dalam akal pikirannya, tanpa ilmu maka professor hanya menjadi anak dari seorang bapak, akan menjadi manusia awam. Seorang jenderal menjadi dihormati dan disegani oleh banyak orang terutama anak buahnya dikarenakan ilmu dan pengorbanannya kepada Negara, dengan ilmu kemiliteran yang dimiliki tersebut menjadikan dia seorang jenderal, tanpa itu maka dia hanya menjadi rakyat biasa. Begitu juga seorang Nabi, Muhammad bin Abdullah menjadi seorang Nabi/Rasul disebabkan karena wahyu yang beliau terima, tanpa itu maka beliau hanya menjadi seorang manusia biasa, anak Abdullah yang tinggal di mekkah, tanpa memberikan warna apa-apa kepada dunia.
Seorang Nabi menjadi nabi bukan karena ilmu yang dipelajari atau yang dihapal dalam akal fikirannya, akan tetapi karena ada sesuatu yang tersimpan dalam qalbu dan kemudian disalurkan kepada banyak orang, dengan ini maka dia telah menjalankan fungsi dari seorang Rasul yaitu membimbing rohani dan jasmani manusia untuk mengenal Allah SWT. Bukan karena Muhammad mempelajari banyak ilmu (kebetulan Beliau seorang yang tidak bisa tulis baca), bukan juga karena beliau berakhlak baik dan jujur menyebabkan Beliau mencapai derajat Rasul tapi karena Allah memilih Beliau sebagai pembawa Wasilah Akbar berubah Nur Allah, ibarat bulan yang memancarkan sinar matahari untuk dinikmati oleh seluruh penduduk bumi.
Sepeninggalan nabi, maka wasilah tersebut berpindah kepada salah seorang sahabat utama beliau yaitu Syaidina Abu Bakar Siddiq ra, “Telah aku tumpahkan seluruh isi dada ku kepada Abu Bakar”, dan dalam sebuah hadist nabi bersabda, “Abu Bakar mengungguli kalian bukan karena banyaknya salat dan banyaknya puasa, tapi karena sesuatu yang bersemayam di hatinya.” (HR at-Tirmidzi). Jadi Syaidina Abu Bakar Siddiq ra menjadi utama bukan karena ibadah dan puasa, bukan karena hapalan ilmunya tapi karena Beliau ditakdirkan oleh Allah sebagai pembawa wasilah berubah Nur Muhammad untuk membimbing manusia kepada Allah SWT.
Sepeninggalan Syaidina Abu Bakar Siddiq ra, wasilah tersebut terus berlanjut, disambung oleh ulama pewaris Nabi yang telah ditakdirkan oleh Allah swt bukan karena dipilih manusia, bukan karena ilmu yang dihapalnya tapi karena Allah berkenan memberikan sesuatu yang sangat berharga yaitu Nur Muhammad yang tertanam dalam dadanya.
Begitu mulia kedudukan seorang ulama pewaris Nabi yang mewarisi Nur Allah tersebut sehingga Nabi berpesan, “Barang siapa memandang kepada wajah orang Alim sekali dengan pandangan yang senang, niscaya Allah menjadikan pandangan tersebut malaikat yang memintakan ampun baginya hingga hari kiamat“, dalam hadist lain nabi menasehati kita akan pentingnya ulama, “Pandangan sekali kepada orang Alim lebih Allah cintai daripada ibadah 60 tahun, berpuasa siang harinya dan berdiri ibadah pada malamnya“
Ulama yang mempunyai kedudukan seperti yang disampaikan oleh Nabi di atas tentu bukan sembarang ulama, bukan seorang yang hanya mempejari ilmu agama banyak, menghapal al-Qur’an dan Hadist tapi seorang ulama pembawa wasilah yang berasal dari Allah, karena wasilah itu lah menyebabkan memandang wajah ulama menjadikan seseorang dicintai oleh Allah mengalahkan orang yang beribadah tanpa henti selama 60 tahun.
Memandang tentu bukan sekedar melihat, akan tetapi ada hubungan yang terjalin diantara keduanya, dalam tarekat disebut sebagai rabithah yaitu hubungan rohani antara murid dengan ulama pewaris Nabi. Kalau hanya sekedar memandang sesaat, tentu Abu Lahab akan masuk surga karena dia sering melihat wajah Rasulullah, tetapi memandang yang dimaksud adalah memadang dalam keimanan.
Fungsi utama seorang ulama (Guru Mursyid) adalah untuk membimbing rohani dan jasmani manusia agar selamat di dalam agama Islam mulia raya. Secara jasmani beliau mengajarkan kepada para murid hal-hal yang diperintahan oleh Allah dan Rasul sedang seorang rohani, Beliau menyalurkan nur Allah kedalam dada para murid sehingga mereka selalu dalam rahmat dan karunia Allah dari dunia sampai ke akhirat kelak. Fungsi dari ulama pewaris Nabi ini seperti yang disabdakan Beliau :
“Tidak akan masuk neraka seorang muslim yang melihat aku dan tidak juga (akan masuk neraka) yang melihat orang yang telah melihat aku, dan tidak juga (akan masuk neraka) orang yang melihat orang yang telah melihat aku, sekalipun dengan 70 wasithah (lapisan/antara). Sesungguhnya mereka itu adalah para khalifahku dalam menyampaikan (islam/sunahku) mengasuh dan mendidik (orang ramai), sekiranya mereka itu tetap istiqamah didalam syari’atku” (H.R. Al – Khatib bin Abd.Rahman bin Uqbah).
Semoga Allah selalu membimbing dan menuntun kita kepada jalan-Nya yang lurus dan benar, amin ya Rabbal ‘Alamin.