Oleh: Kiai Ma’ruf Khozin
Petang nanti insyaallah akan dilakukan sidang Isbat untuk menetapkan 1 Syawal. Secara perhitungan ilmu hisab kondisi hilal di bawah nol derajat, kebanyakan minus 4°. Lalu bagaimana jika ada yang mengaku melihat hilal?
Para ulama Syafi’iyah menjawab:
ﻟﻮ ﺷﻬﺪ ﺑﺮﺅﻳﺔ اﻟﻬﻼﻝ ﻭاﺣﺪ ﺃﻭ اﺛﻨﺎﻥ ﻭاﻗﺘﻀﻰ اﻟﺤﺴﺎﺏ ﻋﺪﻡ ﺇﻣﻜﺎﻥ ﺭﺅﻳﺘﻪ. ﻗﺎﻝ اﻟﺴﺒﻜﻲ: ﻻ ﺗﻘﺒﻞ ﻫﺬﻩ اﻟﺸﻬﺎﺩﺓ، ﻷﻥ اﻟﺤﺴﺎﺏ ﻗﻄﻌﻲ ﻭاﻟﺸﻬﺎﺩﺓ ﻇﻨﻴﺔ، ﻭاﻟﻈﻦ ﻻ ﻳﻌﺎﺭﺽ اﻟﻘﻄﻊ.
Jika ada satu atau dua orang yang (mengaku) menyaksikan hilal, sementara menurut ilmu hisab tidak dimungkinkan melihat hilal, maka kesaksian itu ditolak menurut Imam Subki. Sebab hisab adalah ilmu pasti dan kesaksian adalah praduga. Dan praduga tidak dapat mengalahkan yang bersifat pasti.
ﻭاﻟﻤﻌﺘﻤﺪ ﻗﺒﻮﻟﻬﺎ، ﺇﺫ ﻻ ﻋﺒﺮﺓ ﺑﻘﻮﻝ اﻟﺤﺴﺎﺏ.
Dan pendapat yang kuat adalah diterima. Sebab pendapat ahli hisab tidak dipertimbangkan
ﻭﻓﺼﻞ ﻓﻲ اﻟﺘﺤﻔﺔ ﻓﻘﺎﻝ: اﻟﺬﻱ ﻳﺘﺠﻪ ﺃﻥ اﻟﺤﺴﺎﺏ ﺇﻥ اﺗﻔﻖ ﺃﻫﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻣﻘﺪﻣﺎﺗﻪ ﻗﻄﻌﻴﺔ ﻭﻛﺎﻥ اﻟﻤﺨﺒﺮﻭﻥ ﻣﻨﻬﻢ ﺑﺬﻟﻚ ﻋﺪﺩ اﻟﺘﻮاﺗﺮ، ﺭﺩﺕ اﻟﺸﻬﺎﺩﺓ، ﻭﺇﻻ ﻓﻼ.
Ibnu Hajar memerinci dalam kitab Tuhfah. Beliau berkata: “Pendapat yang dinilai kuat adalah jika ahli hisab sepakat bahwa perhitungannya adalah akurat (pasti) dan yang mengabarkan dari mereka mencapai jumlah mutawatir maka kesaksian ditolak. Jika tidak seperti itu maka diterima” (I’anat Ath-Thalibin 2/243)
Para Kyai di forum Bahtsul Masail NU Jatim (di Bangkalan, 2007) memilih pendapat yang disampaikan Imam Ibnu Hajar tersebut. Yang dimaksud jumlah mutawatir adalah 5 kitab ilmu hisab yang berbeda.
Untuk petang ini semua metode ilmu hisab mengatakan bahwa hilal di bawah ufuq, tidak mungkin dirukyat. Maka dipastikan orang yang mengaku melihat hilal adalah bohong, atau ditolak kesaksiannya.